Kincir Magnet Khusus Budidaya Udang
TEKNOLOGI

Kincir Magnet Khusus Budidaya Udang

Ganjalan cukup signifikan dalam budidaya udang selama ini, selain penyediaan pakan dalam satu siklus juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam sebagai aerasi yang relatif besar.

Berusaha membantu mengatasi persoalan tersebut, lima mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (Unair) menawarkan inovasinya sebuah kincir tenaga magnet (KTM) dengan konsep free energy walau energinya terus-menerus berputar yang bisa 40% lebih efisien.

Lima mahasiswa FPK Unair itu adalah Hafit Ari Pratama (ketua tim), Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar, Irfan Mahbuby, Anisa Redhita Sari, dan Zakariya. Kedepan, mereka ingin gagasannya ini bermanfaat dalam industri budidaya perikanan.

Melihat urgensinya atas kreasi ini, mereka menuangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) berjudul “Kincir Tenaga Magnet” (KTM). Dibawah bimbingan dan arahan dosennya, Putri Desi Wulan Sari SPi MSi, proposal ini berhasil lolos dari penilaian Dikti sehingga berhak atas hibah dana dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2016-2017.

Dari dana inilah prototip dari gagasan tersebut direalisasikan oleh Hafit Dkk. ”Kincir air ini bisa digunakan untuk aerasi tambak dalam budidaya secara intensif, khususnya budidaya udang vannamei,” kata Hafit Ari Pratama.

Dijelaskan Hafit didampingi rekan setimnya, latar belakang dilakukannya inovasi ini adalah pada pembudidayaan intensif, khususnya budidaya udang vannamei, dimana pengeluaran satu siklus yang mencapai puluhan juta rupiah/hektarnya sebagai biaya operasional. Biaya operasional tersebut selain masalah pakan juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam untuk aerasi.

Masalahnya, tanpa adanya kincir air sebagai aerasi, komoditas udang yang dibudidayakan bisa mengalami kelambatan tumbuh hingga kematian, yang disebabkan oleh rendahnya kelarutan oksigen dalam kolam dan tingginya pH.

Selama ini kincir air itu digerakkan menggunakan bahan bakar solar, dimana biayanya bisa mencapai 50% dari total biaya operasional. Kemudian kincir air yang digerakkan dengan listrik juga masih memakan biaya yang relatif mahal, yakni biaya listrik masih mencapai hingga 30% dari biaya operasional.

Selain itu listrik yang dikeluarkan harus memiliki daya cukup tinggi, sehingga efisiensinya dapat digolongkan masih rendah. Kemudian dengan KTM (Kincir Tenaga Magnet), mula-mula kincir digerakkan dengan bantuan dinamo yang diputar oleh tenaga listrik dari aki.

Saat kincir air memutar itu terdapat GGL Induksi yang dihasilkan oleh perputaran magnet dalam piringan yang berbenturan dengan kumparan kawat pada kerangka KTM. GGL Induksi ini yang kemudian menghasilkan listrik dan disimpan pada aki.

”Selanjutnya aki akan memutar dinamo dengan energi listriknya, dan dinamo menggerakkan kincir, begitu seterusnya,” jelas Hafit.

Ditambahkan, dalam konsep ini masih diperlukan optimasi lebih lanjut. Konsep free energy yang ditawarkan masih belum optimal, karena KTM tidak dapat terus berputar selamanya, tapi akan berhenti pada waktunya. Sehingga optimasi masih dibutuhkan untuk membuat KTM dapat berputar lebih lama seperti yang diharapkan. Optimasi ini dilakukan dengan cara menambah magnet dan koil, sehingga energi yang disimpan dalam aki dapat lebih banyak.

Kelebihan dari Kincir Air Tenaga Magnet (KTM) buatan mahasiswa FPK Unair ini lebih ramah lingkungan dan dapat dioperasikan tanpa menggunakan daya yang besar. Selain itu juga memiliki efisiensi lebih tinggi dari solusi yang ditawarkan sebelumnya, yaitu diperkirakan dapat menghemat biaya hingga 40% jika dibandingkan dengan menggunakan listrik. (yul)