Menpar di Festival Barong Ider Bumi
JALAN-JALAN

Menpar di Festival Barong Ider Bumi

Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya bersama Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas menghadiri Festival Barong Ider Bumi yang diselenggarakan pada di Desa Kemiren, Banyuwangi, akhir pekan lalu.

Pada kesempatan tersebut, Menpar memberikan apresiasi untuk konsistensi Banyuwangi yang terus mengangkat tradisi budaya menjadi sebuah atraksi yang menarik.

Sebagai informasi, Barong Ider Bumi adalah sebuah ritual tolak bala yang dilakukan di Desa Kemiren setiap tahunnya. Konon, sejarah tradisi Barong Ider Bumi dimulai pada tahun 1840. Saat itu Desa Kemiren diserang wabah penyakit yang mengakibatkan banyak warga meninggal dan petani juga mengalami gagal panen.

Salah seorang sesepuh desa mendapat petunjuk, meminta petunjuk, warga diminta melakukan arak-arakan Barong sebagai bentuk tolak bala. Ritual tersebut pun dilakukan secara turun-temurun.

Festival Barong Ider Bumi ini ditandai dengan permainan angklung oleh para sesepuh di balai desa setempat. Lalu, Barong diarak keliling desa sambil diiringi nyanyian doa berbahasa Jawa. Nyanyian tersebut merupakan doa memohon keselamatan.

Arak-arakan dimulai dari gerbang hingga pintu keluar masuk desa. Selama proses pengarakan, tokoh adat akan melakukan “Sembur Utik-utik”. Yakni kegiatan menebarkan uang logam, beras kuning, dan bunga sebagai simbol tolak bala.

Setelah arak-arakan mencapai ujung desa, warga akan berebut memakan pisang yang dipajang. Prosesi berikutnya adalah selametan dengan makan Pecel Pitik secara bersama.

Pecel Pitik adalah makanan khas Banyuwangi. Kulinernya menggunakan bahan utama ayam kampung yang masih muda. Setelah disembelih, ayam kampung dibersihkan lalu dipanggang secara utuh di perapian.

Sedangkan bumbu yang digunakan sangat sederhana yaitu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk, dan gula. Setelah dihaluskan, bumbu dicampur dengan parutan kelapa muda.

“Yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren dengan mengangkat tradisinya sebagai atraksi budaya sudah tepat untuk pengembangan pariwisata. Ini penting, karena wisatawan yang datang ke Indonesia, 60 persennya karena tertarik budaya,” sambung Menpar di sela-sela acara. Pada kesempatan itu, Menpar juga ikut melempar koin.

Menpar meneruskan, kegiatan ini harus dilestarikan karena merupakan salah satu syiar Budaya Banyuwangi untuk dunia. Barong Ider Bumi dilakukan setelah Hari Raya Idulfitri oleh Umat Islam.

Bupati Banyuwangi juga mengapresiasi kegiatan ini. Dia mengatakan, dampak ekonomi kegiatan festival budaya seperti itu sangat besar bagi Banyuwangi. Salah satunya, seluruh penginapan di sekitar lokasi penuh disewa para wisatawan.

“Homestay sekitar Kemiren jumlahnya ada 55. Ada yang dua kamar. Ada yang tiga kamar. Semua full, Hotel Sahid Osing Kemiren, Hotel Aston, Hotel Ikhtiar Surya, Hotel El Royale, Hotel Tanjung Asri hingga Desa Wisata Osing yang punya 10 villa juga full. Ini berkah besar buat Banyuwangi,” ucapnya.

Barong Ider Bumi disaksikan oleh sekitar 10 ribu wisatawan. Ada beberapa alasan mengapa para pengunjung rela berdesak-desakan menyaksikan ritual tersebut. Pertama, kegiatan tersebut menghadirkan story telling yang kuat. Barong dipercaya masyarakat Desa Kemiren sebagai makhluk mitologi yang menjaga desa.

Alasan berikutnya, ada arak-arakan budaya yang menarik. Barong yang memiliki sayap tersebut diarak warga Desa Kemiren menggunakan baju adat Osing yang dominan berwarna hitam. Sepanjang jalan, tokoh adat masyarakat Osing dan Menpar Arief Yahya menebarkan uang koin yang dicampur dengan beras kuning.

Uang koin yang disebar tersebut boleh diperebutkan oleh banyak orang terutama anak-anak. Maknanya, adalah shodaqoh masyarakat Kemiren kepada anak-anak. Membudayakan tradisi berbagi.

“Salah satu daya tariknya ya di sini. Karena setelah mangku barong mereka kembali lagi ke pintu masuk. Dan terakhir ditutup dengan selamatan makan bersama dengan menu pecel pitik,” jelas Suhaimi, Ketua Adat Desa Kemiren.

Dia melanjutkan, selain sebagai daya tarik budaya, arak-arakan Barong Ider Bumi juga dilakukan untuk menjaga kerukunan masyarakat sekitar. (sak)