Pembatasan Demi Kelestarian Komodo
JALAN-JALAN PERISTIWA

Pembatasan Demi Kelestarian Komodo

Rencana pemberlakuan tiket terusan seharga Rp3,75 juta bagi pelancong yang ingin berkunjung ke kawasan Taman Nasional (TN) Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, selama setahun masih berupa usulan.

Hal itu diutarakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno saat Weekly Press Briefing di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, awal Juli lalu.

“Terkait wacana tiket terusan Taman Nasional Komodo sebesar Rp3,7 juta per tahun, sampai saat ini belum ada pembahasan di lintas kementerian/lembaga. Ini baru sebuah wacana,” kata Menparekraf Sandiaga Uno.

Sandiaga mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi intensif agar nantinya keputusan yang diambil merupakan kebijakan yang tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu. Selain mengutamakan nilai-nilai konservasi dan keberlanjutan lingkungan, pihaknya berharap pariwisata dapat memberikan dampak yang maksimal terhadap ekonomi masyarakat.

Kendati demikian, para wisatawan yang merasa mengunjungi Pulau Komodo biayanya terlalu mahal, Kemenparekraf bersama kementerian/lembaga juga akan mengembangkan destinasi-destinasi wisata lainnya sekitar Labuan Bajo.

Dengan begitu, kunjungan wisatawan baik asing dan nusantara dapat tersebar ke destinasi-destinasi lain. Tidak fokus di wilayah TN Komodo saja.

Salah satunya adalah Waerebo. Kawasan tersebut merupakan desa wisata terbaik juga dengan kearifan lokal Flores dan wisata kuliner yang sangat menarik untuk dikunjungi. Lokasinya berada di destinasi pariwisata super prioritas (DPSP).

Selain Labuan Bajo, destinasi pariwisata superprioritas ada di Danau Toba (Sumatra Utara), Borobudur (Jawa Tengah/Yogyakarta), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Likupang (Sulawesi Utara).

“Apalagi tahun depan dan tahun ini sebenarnya Labuan Bajo menjadi tuan rumah dari begitu banyak acara berskala dunia, termasuk ASEAN Summit. Kita harus membangun daya tarik-daya tarik wisata lainnya, yang ada di luar Taman Nasional Komodo,” kata Sandiaga.

Presiden Joko Widodo juga akan meresmikan waterfront Labuan Bajo dengan daya tarik unik, yaitu pelancong dapat menatap matahari terbenam dari pantai Labuan Bajo tanpa harus pergi ke Taman Nasional Komodo. “Jadi ini adalah destinasi-destinasi alternatif di sekitar Labuan Bajo,” kata Sandiaga.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menekankan pentingnya pemberlakukan pembatasan kuota pengunjung di Taman Nasional Komodo, demi menjaga kelestarian populasi biawak komodo. Komodo (Varanus komodoensis) adalah hewan liar yang masuk daftar dilindungi pemerintah karena rentan akan kepunahan.

“Perlu diatur jumlah maksimum yang dapat ditampung agar tidak berdampak pada kelestarian satwa komodo,” ujar Wakil Menteri LHK Alue Dohong, pada konferensi pers yang digelar bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Senin (27/06) lalu.

Dijelaskan, pengaturan pengunjung dengan sistem pembatasan pengunjung atau kuota pengunjung ini dimaksudkan untuk meminimalisir dampak negatif kegiatan wisata alam terhadap kelestarian populasi biawak komodo dan satwa liar lainnya.

Sekaligus, upaya ini untuk mempertahankan kelestarian ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar pada khususnya, serta untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pengunjung serta petugas selama beraktivitas di Taman Nasional Komodo.

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) telah melaksanakan kajian Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Kajian ini dilaksanakan oleh tim tenaga ahli yang diketuai oleh Irman Firmansyah (System Dynamics Center/IPB) dengan Komite Pengarah yaitu Profesor Jatna Supriatna (Guru Besar Departemen Biologi FMIPA Universitas Indonesia).

Hasil kajian DDDTW merekomendasikan bahwa jumlah pengunjung ideal per tahun ke Pulau Komodo adalah 219.000 wisatawan dan ke Pulau Padar mencapai 39.420 wisatawan atau sekitar 100 orang per waktu kunjungan.

Adapun hasil kajian tersebut menunjukkan jumlah yang hampir sama dengan tingkat kunjungan pada tahun 2019 (yaitu 221.000 orang) untuk di Pulau Komodo, sedangkan di Pulau Padar selama ini Balai Taman Nasional Komodo telah menerapkan kebijakan kunjungan 100 orang per waktu kunjungan, di mana dalam satu hari terdapat tiga waktu kunjungan.

Kajian juga merekomendasikan jumlah kunjungan di Pulau Padar dapat ditambahkan 2–2.5 kali lipat dengan mempertimbangkan beberapa hal, terkait penyesuaian daya dukung berupa infrastruktur, seperti penambahan jumlah pos di area trekking, sarana sanitasi dan MCK, safety trekking seperti tali, jumlah ranger serta tenaga medis, atau ruang khusus untuk kesehatan.

Wamen Alue Dohong menyebutkan, jika penerapan kuota pengunjung sudah saatnya dilakukan secara digital untuk mempermudah layanan dan mengakomodasi kebijakan penetapan kuota pengunjung.

Dalam penerapan layanan kunjungan secara digital, baik dalam proses booking online maupun e-ticketing dapat dilakukan secara bersama-sama dengan pihak lain terkait, antara lain, Pemprov Nusa Tenggara Timur.

Senada dengan hal itu, Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi menyampaikan bahwa Pemprov NTT mendukung pelaksanaan pembatasan pengunjung dengan sistem digitalisasi manajemen pengunjung dengan program Experimentalist Valuing Environment (EVE).

Melalui program EVE, biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung tidak hanya diperuntukkan untuk biaya perjalanan dan biaya-biaya lainnya di Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo (transportasi darat/bandara/pelabuhan).

Melainkan juga dapat berkontribusi dalam upaya konservasi/pelestarian komodo serta pemberdayan masyarakat di sekitar Taman Nasional Komodo. (indonesia.go.id)