Wujudkan Surplus Perikanan Budidaya
KOMUNITAS PERISTIWA

Wujudkan Surplus Perikanan Budidaya

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengembangan pembenihan intensif sistem Resirculating Aquaculture System (RAS). Sistem RAS ini diharapkan mampu menaikan produktivitas secara signifikan.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, akhir pekan lalu mengatakan, RAS merupakan sistem budidaya ikan secara intensif dengan menggunakan infrastruktur yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus-menerus (resirkulasi air).

Seperti fisika filter, biologi filter, UV, Oksigen generator untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan ikan, mengurangi jumlah penggunaan air dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan.

Prinsip dasar RAS yaitu memanfaatkan air media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima.

Keunggulan sistem RAS jika dibandingkan dengan sistem konvensional, yakni mampu menghasilkan produktivitas yang jauh lebih tinggi, dimana padat tebar nila mampu digenjot hingga mencapai 5.000 ekor/m3, sedangkan padat tebar pada sistem konvensional hanya mencapai 50 ekor/m2. Artinya, dengan penerapan system RAS ini produktivitas bisa digenjot hingga 100 kali lipat dibanding dengan sistem konvensional.

Kelebihan lainya, menurut Slamet yakni budidaya dengan sistem ini sangat menghemat penggunaan air, dan dapat dilakukan pada areal yang terbatas.

Di samping itu, penggunaan teknologi RAS akan memberikan jalan keluar atas tantangan perikanan budidaya seperti perubahan iklim dan kualitas lingkungan.

Saat ini kebutuhan ikan akan terus naik seiring tingkat konsumsi ikan masyarakat yang memperlihatkan tren kenaikan dari tahun ke tahun, yakni dari 36 kg/kapita/tahun menjadi 43 kg/kapita/tahun pada tahun 2017. Untuk itu menurutnya, subsektor budidaya akan terus didorong dalam mensuplai kebutuhan pangan berbasis ikan bagi masyarakat.

“Surplus demografi harus dimanfaatkan dengan membangun kualitas SDM masyarakat sehingga mampu bersaing, apalagi dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kualitas SDM akan sangat ditentukan oleh suplai pangan yang berkualitas dan ikan menjadi alternatif terbaik untuk mencukupi kebutuhan protein tersebut. Ini terutama DIY harus genjot tingkat konsumsi ikan, masa DIY tingkat konsumsi ikannya paling rendah,” katanya.

Di sisi lain, upaya menaikan produktivitas akan dihadapkan pada tantangan global yakni perubahan iklim dan lingkungan. Oleh karenanya, perlu ada intervensi melalui penerapan inovasi tekonologi yang adaptif. Perkembangan teknologi budidaya kian dinamis dan harus ditularkan secara masif ke masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Saptono, Ketua Kelompok Mina Ngremboko, mengungkapkan bahwa sistem RAS mampu menaikan produktivitas benih secara signifikan.

Ia, menjelaskan bahwa dukungan sistem RAS yang diberikan KKP dirancang untuk memproduksi benih ikan nila ukuran 5-7 cm sebanyak minim 108.000 ekor per bulan dengan padat tebar per kolam sebanyak 30.000 ekor. ”Secara ekonomi, dengan pengelolaan sistem RAS sebanyak 4 kolam, kami menargetkan pendapatan minimal Rp 9.180.000,- per bulan atau min Rp 91.800.000 per tahun,” ungkap Saptono. (sak)