Terjun menjadi wirausaha merupakan sesuatu yang tidak diduga oleh Sulistyo Chawasie. Alumnus Teknik Geodesi UGM angkatan 1983 yang saat ini menjadi Presiden Direktur PT. Hamparan Segara Niaga (HSN) Group menceritakan awalnya mulanya ia mendirikan usaha bersama dengan 14 orang temannya di tahun 1996. Selama dalam perjalanan, hanya tinggal 3 orang salah satu dirinya selaku pendiri perusahaan.
“Kita mendirikan perusahaan berawa bedol desa, bareng-bareng dengan teman mendirikan, sekarang jadi nomor satu perusahaan transportasi berpendingin untuk kargo,” kata Sulistyo melalui Kabar UGM.
Pria kelahiran Karangkajen, Yogyakarta, 59 tahun lalu mengaku mendirikan usaha di umur 31 tahun setelah bekerja sekitar dua tahunan di sebuah perusahaan transportasi dan logistik yang berbasis di Singapura. Perusahaan ini menangani transportasi dari berbagai macam barang-barang kargo.
Tidak lama kemudian, pada tahun 1996, Sulistyo melihat kesempatan untuk mendirikan perusahaan bersama 14 temannya ketika salah seorang investor yang selama ini menjadi customernya mengajaknya untuk berbisnis. “Ya, intinya sebenarnya gini, investor itu adalah customer saya Dia bilang, ngapain kamu kerja sama orang Singapura? Udah kita kerja bareng aja. Nah, HSN akhirnya berdiri,” kenangnya.
Sulistyo menjelaskan bahwa modal awal mendirikan perusahaan sekitar 200 juta rupiah yang didapatkan dari hasil patungan bersama ke-14 orang temannya. Perusahaan kemudian didirikan berbasis di Jakarta dan Surabaya, dengan tujuan agar lokasi dua kantor ini dapat memberikan pelayanan di wilayah Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, dalam perjalanannya di 10 tahun pertamanya, roda usaha perusahaan yang berbasis di Jakarta tidak berjalan mulus karena sulit bersaing dengan perusahaan kompetitor sehingga harus merugi dan terancam tutup.
Sehingga harus diambil alih oleh tim manajemen yang berbasis di Surabaya. Menurut Sulistyo, perbedaan niche market menyebabkan bisnis usaha di Jakarta collapse. Selain itu, kondisi perusahaan yang di Jakarta yang gulung tikar ini menyebabkan pecah kongsi antara 14 orang pendiri perusahaan tersebut.
Bahkan adanya perbedaan pendapat, 7 orang pendiri perusahaan yang berkantor di Surabaya juga memutuskan keluar, praktis menyisakan 3 orang pendiri.
Beruntung, berkat ketekunan Sulistyo bersama rekannya dalam menjalan usaha, akhirnya membuahkan hasil. Saat ini perusahaan ini menjadi salah satu penyedia jasa transportasi berpendingin untuk perishable cargo atau barang-barang yang harus disimpan dalam suhu tertentu supaya tidak rusak terbesar di Indonesia. Tahun 2022 lalu, HSN Group berhasil mencapai peak profit (laba puncak) sekitar Rp 1 Triliun.
Ia menyebutkan HSN Group kini memiliki 44 kantor cabang yang ada di seluruh Indonesia dengan jumlah karyawan lebih dari 1000 orang yang terdiri karyawan tetap dan outsourcing. “Ada 44 cabang, pokoknya dimana ada produk ikan, di situ kita berdiri. Untuk operasional, kita memiliki 300an truk dan 2.000 lebih kontainer berpendingin,” katanya.
Selama 28 tahun beroperasi, HSN Group sudah memiliki 7 anak perusahaan. Selain sewa pengiriman kontainer berpendingin, perusahaan ini bergerak di bidang trading dan kapal pengangkut ikan berbasis cold storage hingga menyuplai bahan makanan dan minuman untuk perusahaan tambang yang berada di luar Jawa. “Bersyukur, semua masih jalan,” ujarnya.
Meski sudah berkembang pesat, Sulistyo mengaku selalu menghadapi tantangan dalam menjalankan bisnis. Meski kendala dalam menjalankan bisnis selalu ada, namun relasi sangatlah penting. Ia mencontohkan saat pandemi, pada saat itu kapal-kapal transportasi mengalami berbagai kesulitan dalam berlabuh kapal karena batasan-batasan yang berlaku untuk mencegah menyebarnya COVID-19.
Saat itu, kapal milik PT HSN sedang berusaha untuk berlabuh di daratan benua Amerika, namun adanya kongesti yang menyebabkan kapal-kapal mereka tidak bisa bersandar. “Ketika Covid, di Amerika itu kerja kapal tidak boleh lebih 24 jam dekat pelabuhan. Akhirnya kapal-kapal yang ke sana, kita istilahnya kongesti. Kongesti itu tidak bisa sandar,” katanya
Namun adanya relasi yang dapat memberikan kemudahan bagi perusahaannya, kapal HSN akhirnya bisa merapat ke pelabuhan dan mengantarkan kargo. “Nah ketika semua nongkrong menunggu bersandar. Maka banyak kapal yang balik kan kosong. Nah terjadi perebutan, perebutan space kapal. Nah, kita punya link yang bagus, akhirnya kita terisi.” ungkapnya.
Pengalamannya dalam mendirikan usaha selama 28 tahun, Sulistyo memberi tips bagi mahasiswa yang ingin menekuni dunia usaha, salah satu hal yang paling penting adalah mempelajari kemampuan untuk mengelola keuangan. “Keahlian mengelola uang sangatlah penting bagi seorang mahasiswa bahkan bagi seorang insinyur sekalipun,” tegasnya.
Ditanya soal pengalaman dirinya yang paling berkesan selama menempuh studi di UGM, Sulistyo mengungkapkan ajaran tentang sikap kesederhanaan dan kekeluargaan yang paling banyak ia rasakan manfaatnya. Sebab kultur di kampus UGM selalu membiasakan mahasiswa untuk terbiasa hidup sederhana.
“Kita dididik itu jadi orang yang sederhana. Sebenarnya itu saja. Kita Nggak perlu terus kemudian muluk-muluk. Nggak perlu dengan menunjukkan jati diri. Nilai itu memang bagus, kekeluargaan kita jadi solid,” terangnya. (ugm)