Kinerja Dagang Indonesia Solid
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Kinerja Dagang Indonesia Solid

Badan Pusat Statistik baru saja mengeluarkan rilis rutin soal kinerja perdagangan bulanan. Pencapaian kinerja tidak buruk dan masih tetap memberikan optimisme ke depannya.

Kinerja perdagangan Indonesia pada Juli 2021 yang mencatatkan surplus tertinggi sebesar USD2,59 miliar. Selama periode itu, ekspor tercatat USD17,70 miliar dan impor USD15,11 miliar.

Dari total ekspor Juli 2021, kinerja ekspor sektor migas tercatat mencapai USD0,99 miliar dan nonmigas USD16,71 miliar. Bila dilihat secara month to month, pencapaian kinerja ekspor itu turun 4,53 persen dibandingkan kinerja Juni 2021 sebesar USD18,54 miliar. Secara year on year (yoy) naik 29,32 persen dibandingkan kinerja ekspor Juli 2020 sebesar USD13,69 miliar.

Begitu juga dengan kinerja impornya. Bila dilihat secara yoy, geliat aktivitas impor sepanjang Juli 2021 jauh lebih baik dibandingkan Juni 2021 yang mencapai USD15,11 miliar, kinerja impor Juli 2020 hanya mencapai USD10,46 miliar.

Sama seperti kinerja ekspor, kinerja impor bila dilihat secara m to m turun 12,22 persen. Sepanjang Juli 2021, impor mencapai USD15,11 miliar, sedangkan Juni 2021 mencapai USD17,22 miliar.

Ihwal komoditas apa saja yang menjadi unggulan sehingga kinerja ekspor masih memberikan sinyal ekonomi bangsa masih menggeliat dan menjanjikan? Diketahui, dari total ekspor, sektor nonmigas masih menyumbang porsi terbesar ekspor, yakni 94,35 persen dari Januari–Juli 2021.

Dari sektor nonmigas, sumbangan industri pengolahan tercatat yang tertinggi dengan porsi 31,36 persen senilai USD94,62 miliar. Berikutnya sektor migas 48,33 persen (USD6,81 milir), tambang dan lainnya 49,13 persen (USD16,91 miliar), dan pertanian 8,72 persen (USD2,24 miliar).

Nah, yang menjadi persoalan adalah adanya pelambatan ekspor-impor periode Juli 2021 dibandingkan Juni 2021 (m to m). Pencapaian ekspor industri pengolahan sebesar USD13,56 miliar. Bila dilihat secara m to m, turun 3,53 persen.

Demikian pula sektor pertanian dengan nilai USD0,29 miliar, turun 12,8 persen, dan sektor migas yang tercatat penurunan ekspornya mencapai 19,55 persen secara m to m. Sektor itu mencatat nilai ekspor USD0,99 miliar sepanjang Juli 2021, sehingga total penurunan ekspor 4,53 persen atau bernilai USD17,70 miliar sepanjang Juli 2021 secara m to m.

Bila dilihat lima besar negara tujuan ekspor Indonesia tercatat Tiongkok masih tetap terbesar dengan porsi 21,35 persen atau senilai USD3,57 miliar. Berikutnya Amerika Serikat (12,08 persen) USD2,02 miliar.

Ketiga, Jepang dengan nilai USD1,19 miliar (7,14 persen), India USD0,96 miliar (5,73 persen), dan Malaysia bernilai USD0,78 miliar dengan kontribusi 4,69 persen dari total ekspor.

Masih menurut data BPS, meskipun Tiongkok masih menduduki peringkat pertama sebagai negara tujuan ekspor, Indonesia harus mewaspadai penurunan ekpor ke negara tersebut.

Data BPS juga menyajikan kinerja ekspor ke Tiongkok selama Juli 2021 dibandingkan Juni 2021, turun USD566,4 juta, tertinggi penurunannya dibandingkan negara lainnya seperti Jepang, Filipina, Amerika Serikat, dan Thailand.

Indonesia, sebagai negara yang sangat bergantung besar terhadap pasar Tiongkok, harus segera bersiasat dengan memutar haluan demi perluasan pasar baru. Ini dilakukan untuk meredam agar surplus dagang nasional tak terkikis kian dalam sepanjang 2021.

Pelbagai kalangan menilai, penyebab terkikisnya nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok disebabkan terjadinya pelemahan ekonomi Tiongkok. Apalagi, pangsa pasar ekspor Indonesia ke Tiongkok termasuk yang terbesar.

Patut Diwaspadai
Bila ekonomi Negeri Tirai Bambu terus melemah, ekspor nasional diperkirakan ikut terimbas. Perlambatan ekonomi yang melebihi ekspektasi di Tiongkok juga menjadi risiko yang patut diwaspadai hingga beberapa bulan ke depan.

Padahal, Tiongkok masih menjadi mitra dagang utama Indonesia dengan pangsa ekspor mencapai 21,35 persen dan impor sebesar 33,1 persen hingga Juli. Adapun, ekspor ke Tiongkok pada Juli 2021 mulai mencatatkan penurunan cukup besar senilai USD566,4 juta.

Padahal, pada Juni, sebelum ekonomi Tiongkok melemah, ekspor ke negara tersebut masih tumbuh USD625,2 juta. Di dalam negeri, pelemahan aktivitas perdagangan sepanjang Juli 2021 berbarengan dengan dimulainya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlanjut ke PPKM Level 3 dan 4 di sejumlah wilayah saat itu.

Namun, sejalan dengan upaya pelonggaran PPKM, aktivitas perekonomian domestik mulai menggeliat. Pelonggaran PPKM memicu pergerakan mesin-mesin ekonomi skala kecil hingga besar mulai menghangat.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, surplus dagang pada Juli 2021 menunjukkan bahwa kinerja perdagangan Indonesia masih tetap solid. Menurutnya, meskipun kinerja ekspor pada Juli sedikit menurun, nilainya masih cukup tinggi.

Hal itu menandakan pasar ekspor masih cenderung positif. “Saya yakin kinerja perdagangan ke depan akan tetap positif dengan didukung oleh kinerja ekspor yang membaik,” ujarnya, Rabu (18/08).

Menurutnya, perluasan pasar ekspor akan terus didorong ke sejumlah negara untuk meningkatkan penetrasi Indonesia di luar negeri. Selain itu, imbuhnya, ekspor produk-produk bernilai tambah juga akan dipacu.

Segendang seirama, Kepala BPS Margo Yuwono juga optimistis bahwa kinerja perdagangan, khususnya ekspor akan kembali positif. Dalam perspektif yang lain, Margo Yuwono menilai, penurunan ekspor pada Juli 2021 karena ekspor pada bulan sebelumnya sudah melonjak cukup tinggi selepas lebaran.

Alhasil, realisasi pada Juli yang sedikit terkoreksi masih wajar. “Kinerja ekspor selama 2021 cukup baik dibandingkan dengan 2020 dan 2019. Harapan kita semua tren ini tetap terjaga pada bulan-bulan selanjutnya,” tutur Margo.

Bagi para pelaku usaha, penurunan kinerja bulanan ekspor dan impor pada Juli 2021 lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi domestik dengan adanya kebijakan PPKM, alih-alih dipicu oleh faktor eksternal seperti kondisi pasar Tiongkok.

Namun, Koordinator Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani tak memungkiri bahwa Indonesia harus menaruh perhatian pada kondisi pasar Tiongkok karena pangsanya yang besar terhadap total ekspor.

“Saya kira satu-satunya faktor yang berkontribusi pada penurunan ekspor kita ke Tiongkok adalah tuduhan dumping atas produk besi dan baja Indonesia beberapa bulan lalu,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, jika Tiongkok mengalami kontraksi perekonomian, yang dampaknya bakal secara langsung dirasakan Indonesia. Oleh karena itu, dia menyatakan terus mendorong eksportir untuk melakukan diversifikasi pasar dan produk unggulan nasional.

Harapannya, kinerja perdagangan nasional, khususnya dari sisi ekspor, bisa lebih stabil. Proses pemulihan sektor industri berorientasi ekspor Indonesia tidak akan lama dan terus bisa melesat.

Indonesia tetap berpeluang mendorong kinerja ekspor dengan memanfaatkan pasar-pasar dengan permintaan tinggi seiring dengan kesehatan masyarakat semakin membaik dan jumlah masyarakat yang divaksinasi semakin banyak. (indonesia.go.id)