Proyek pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) tahap II, yang meliputi ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur, diproyeksikan akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian nasional.
Artinya, bila proyek transmisi gas Cisem II tuntas, infrastruktur gas di Pulau Jawa semakin lengkap dan terintegrasi, termasuk dengan keberadaan infrastruktur transmisi gas Cisem I, yang menghubungkan Semarang-Batang.
Proyek Cisem tahap I senilai Rp1,17 triliun sudah selesai dibangun dan beroperasi pada 2023. Tujuan pembangunan infrastruktur transmisi gas, baik Cisem I dan II, merupakan langkah strategis pemerintah untuk menghubungkan jaringan pipa transmisi Sumatra, Jawa bagian barat, dan Jawa bagian timur.
Pelbagai proyek infrastruktur transmisi gas tersebut dibangun dalam rangka memperkuat rantai suplai gas bumi secara nasional, sehingga bisa mencapai kemandirian energi serta mempercepat penyediaan infrastruktur energi.
Sebagai bagian dari proyek strategis nasional (PSN), pembangunan pipa gas itu bukan hanya akan mendukung daya saing sektor industri, melainkan bermanfaat langsung bagi masyarakat, khususnya dalam pemanfaatan gas sebagai sumber energi yang lebih efisien.
Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi, kehadiran proyek pipa Cisem tahap II akan berkontribusi penting bagi industri petrokimia, yang diharapkan menjadi salah satu sektor yang paling diuntungkan.
“Gas ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, terutama di industri petrokimia, yang memiliki potensi besar dalam memberikan nilai tambah bagi perekonomian,” ujar Agus di Kementerian ESDM, Sabtu (5/10/2024).
Proyek Cisem II mencakup pembangunan pipa sepanjang 245 kilometer, yang akan menghubungkan Batang, Cirebon, hingga Kandang Haur Timur. Dengan nilai kontrak sebesar Rp2,8 triliun, proyek besutan konsorsium PT Timas Suplindo dan PT Pratiwi Putri Sulung, akan terhubung dengan pipa Cisem I.
Proyek Cisem II ditargetkan tuntas Februari 2026, dengan skema pendanaan melalui APBN yang berlangsung secara multiyears dari 2024 hingga 2026.
Kontribusi untuk Masyarakat
Pembangunan pipa Cisem tahap I dan II diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai penopang kebutuhan energi bagi sektor industri, terutama industri petrokimia, melainkan memberi nilai tambah bagi sektor lainnya. Dengan tersedianya pasokan gas bumi yang stabil dan terjangkau, industri dapat lebih efisien dalam operasionalnya.
Selain itu, proyek ini akan memberikan dampak pada pengurangan biaya energi, yang pada gilirannya berkontribusi pada peningkatan daya saing industri nasional. Sebagaimana dijelaskan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, momentum penandatanganan kontrak proyek ini bukanlah akhir dari pekerjaan, melainkan awal dari sebuah komitmen besar untuk menyelesaikannya tepat waktu.
Terkait pemanfaatan langsung bagi masyarakat, melalui pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga (jargas), berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, proyek itu memiliki potensi untuk mengalirkan gas bumi hingga 5 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Hal itu setara dengan pasokan gas untuk sekitar 300.000 sambungan rumah tangga.
Jika terealisasi, manfaat yang akan diperoleh bukan hanya dalam bentuk penyediaan energi yang lebih murah dan ramah lingkungan, melainkan juga pengurangan ketergantungan terhadap Liquefied Petroleum Gas (LPG) impor. Diperkirakan, dengan beroperasinya Pipa Cisem secara penuh, pemerintah dapat menghemat subsidi LPG hingga Rp0,21 triliun per tahun dan devisa negara sebesarRp 0,33 triliun per tahun dari penurunan impor LPG.
Selain itu, pendapatan hulu migas juga diprediksi akan bertambah sebesar Rp0,44 triliun per tahun, ditambah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari iuran BPH Migas yang mencapai Rp0,006 triliun per tahun. Bukan hanya itu, keberadaan proyek pipa Cisem tahap I dan II ini juga memiliki kaitan erat dengan pengembangan potensi gas bumi yang lebih besar di wilayah Indonesia.
Salah satu contohnya adalah pasokan gas yang berasal dari lapangan gas Andaman di lepas pantai Aceh, yang nantinya akan dialirkan melalui pipa gas ini setelah selesai dibangun. Menurut Agus Cahyono, kehadiran pipa ini akan mengkompensasi penurunan produksi gas di beberapa lapangan tua. “Beberapa lapangan yang produksinya sudah menurun dapat terkompensasi oleh produksi gas dari Andaman,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga memiliki rencana untuk melanjutkan pembangunan proyek serupa di Sumatra, yaitu proyek Pipa Transmisi Gas Dumai-Sei Mangkei. Tujuannya, memperluas jaringan gas bumi di seluruh Indonesia, guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan berkelanjutan.
Meski begitu, untuk membangun jaringan transmisi gas serupa itu tidaklah mudah. Tantangan utamanya adalah memastikan proyek ini dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Hal tersebut penting, mengingat keterlambatan sedikit saja dapat berakibat pada peningkatan biaya serta penundaan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat dan industri. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan pihak swasta, harapan untuk menyelesaikan proyek ini tepat waktu tetap tinggi.
Itulah sebabnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang meresmikan awal konstruksi proyek pipa Cisem tahap II pada September 2024, menekankan ihwal pentingnya komitmen semua pihak untuk memastikan proyek ini berjalan lancar. “Kita harus fokus dan komitmen. Kalau kita bisa menyelesaikan proyek ini tepat waktu, manfaatnya akan sangat besar bagi ekonomi nasional,” ujar Bahlil.
Selain itu, kehadiran pipa ini juga diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan harga gas untuk industri dan rumah tangga. Dengan biaya angkut gas atau toll fee yang lebih terjangkau, diharapkan industri dalam negeri dapat menikmati harga gas yang lebih kompetitif, sehingga daya saing produk Indonesia di pasar global pun meningkat. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi nasional terdongkrak. (indonesia.go.id)