Plastik Ramah Lingkungan Berbahan Kentang
PERISTIWA TEKNOLOGI

Plastik Ramah Lingkungan Berbahan Kentang

Masa pandemi Covid-19 yang mengubah pola hidup masyarakat, menyebabkan pula adanya peningkatan konsumsi sejumlah produk yang menggunakan plastik sintetis.

Guna mengatasi permasalahan akibat hal ini, seorang mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas plastik berbahan dasar kentang yang dapat dijadikan pakan ternak dan pupuk, serta mudah terurai oleh tanah.

Adalah Hamdan Kafi Magfuri, mahsasiswa Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS yang menggagas ide ini. Berdasar pengamatannya, dibanding sebelum masa pandemi, kini banyak masyarakat yang memilih untuk memasak makanan di rumahnya sendiri.

Salah satu konsekuensi yang ditimbulkan, adanya penumpukan sampah kantong plastik sekali pakai. “Lama kelamaan penumpukan kantong plastik ini akan berdampak buruk pada lingkungan,” ujar pemuda yang kerap disapa Hamdan ini.

Oleh karenanya, lanjut Hamdan, permasalahan ini membutuhkan inovasi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak buruk yang ditimbulkan. Sebab, plastik sendiri merupakan material yang sangat sulit terurai oleh tanah.

Panjangnya rantai karbon dalam penyusunan materinya, membuat plastik baru dapat diurai oleh mikroorganisme dalam waktu ratusan hingga ribuan tahun. “Dengan demikian, ide utama yang harus diangkat adalah plastik yang mudah terurai dan memiliki manfaat lain selain menjadi sampah,” sambung mahasiswa asal Lumajang ini.

Bermodal riset melalui penelitian-penelitian terdahulu, Hamdan pun menggagas plastik berbahan dasar pati, yang banyak terkandung dalam umbi-umbian. Dari sekian banyak jenis umbi-umbian, Hamdan memilih kentang sebagai bahan utama.

Alasannya, ketersediaan kentang di Indonesia sangat melimpah. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), kentang merupakan salah satiu komoditas besar di Indonesia.

Selain itu, dari pemilihan ini Hamdan juga berharap pendapatan petani kentang dapat meningkat kembali. Sebab, kini pendapatan petani kentang di Indonesia terbilang rendah.

Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan nilai harga yang berbeda, antara harga jual petani dengan harga yang dijual di pasar. “Oleh karena itu, dalam gagasan ini, rencananya petani kentang sendiri yang akan memproduksi plastik ini,” ungkap mahasiswa kelahiran tahun 2000 ini.

Cara pembuatannya pun, terang Hamdan, cukup terbilang mudah. Kentang yang tidak lolos sortir untuk dijual di pasar, digiling dan diperas sari patinya. Kemudian, sari pati ini diendapkan selama beberapa hari hingga menghasilkan endapan tepung.

Endapan ini kemudian dicampur dengan platisizer dan kitosan. Campuran ini kemudian diendapkan, dicetak pada cetakan lembaran, serta dipanaskan pada suhu 120 derajat celcius selama 30-90 menit.

Plastisizer sendiri didapat dari glisoerol dan asam asetat, berfungsi untuk mendapatkan sifat plastik, yaitu untuk memadatkan adonan. “Sedangkan kitosan didapat dari tepung kulit udang dan cangkang kepiting, berfungsi untuk menaikkan sifat mekanik plastik agar memiliki daya untuk menahan beban,” paparnya.

Plastik berbahan dasar kentang ini, menurut Hamdan, memiliki karakteristik yang baik. Dari segi kekuatan tarik saja, plastik ini berkekuatan 28 MPa, di atas standar SNI yang sebesar 27 MPa.

Sedangkan dari kemampuan tahan air, plastik ini memiliki kemampuan yang sama dengan plastik pada umumnya. “Plastik ini tidak mengeluarkan zat karbon seperti plastik pada umumnya, sehingga aman untuk makanan,” ungkapnya.

Seperti tujuan awalnya, sampah dari plastik ini dapat terurai dalam waktu 28 hari di dalam tanah. Oleh karena itu, untuk penyimpanannya, harus diletakkan pada tempat yang tidak memiliki kontak dengan udara yang terlalu banyak.

Selain itu, sampah dari plastik ini juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk kompos. “Harapannya manfaat plastik ramah lingkungan ini dapat dirasakan banyak pihak,” ucapnya penuh harap. (ita)