TNI-Polri Respons Revolusi Industri 4.0
PEMERINTAHAN PERISTIWA

TNI-Polri Respons Revolusi Industri 4.0

Presiden Joko Widodo meminta kesiapan TNI dan Polri untuk merespons perubahan global yang sangat cepat. Kesiapan tersebut sangat diperlukan untuk mengantisipasi tantangan yang akan dihadapi Indonesia ke depannya.

Demikian ditegaskan Presiden Joko Widodo saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan TNI dan Polri di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 29 Januari 2019.

“Saya ingin mengingatkan bahwa dunia ini berubah. Lanskap politik dunia berubah. Lanskap global ekonomi juga berubah. Lanskap sosial global juga berubah sehingga kita harus merespons secara cepat perubahan-perubahan yang ada baik di bidang ekonomi, politik, atau sosial,” kata Presiden.

Rapim TNI dan Polri tahun 2019 diikuti 198 perwira tinggi TNI dan 170 perwira tinggi Polri. Berbeda dengan yang sudah-sudah, Rapim kali ini dilangsungkan di Istana Negara, Jakarta.

Tak hanya itu, rapim kali ini turut menghadirkan sejumlah mantan Panglima TNI dan mantan Kapolri.

Mereka yang hadir adalah Try Sutrisno, Wiranto, Endriartono Sutarto, Djoko Suyanto, Moeldoko, dan Gatot Nurmantyo sebagai mantan Panglima TNI. Ada juga sejumlah mantan Kapolri yang hadir, yakni Roesmanhadi, Roesdihardjo, Bimantoro, Da’i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Danuri, Timur Pradopo, dan Badrodin Haiti.

Selepas acara, Kepala Negara menjelaskan bahwa momentum revolusi industri keempat yang tengah berlangsung harus benar-benar direspons. Ia mendorong TNI maupun Polri untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan menerapkannya untuk kebutuhan organisasi.

“Mungkin dengan lebih menggiatkan lagi riset-riset untuk alutsista kita. Kemudian tadi saya berikan contoh misalnya penggunaan virtual reality, artificial intelligence, kemudian 3D printing yang negara-negara lain sudah mulai kembangkan di sisi kemiliteran,” jelas Presiden.

Dalam Rapim TNI-Polri kali ini, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa politik yang dijalankan TNI dan Polri ialah politik negara. Maka itu TNI dan Polri harus menjaga netralitas sekaligus memberikan rasa aman dan mewujudkan situasi yang kondusif menjelang Pilpres 2019.

“Politik TNI dan Polri adalah politik negara sehingga netralitas itu perlu sekali dijaga dan yang paling penting adalah lancarnya Pemilu, kondusivitas situasi, dan kondisi yang damai. Itu akan terjadi apabila TNI dan Polri ini solid, bersinergi bersama-sama menjaga ketertiban,” jelas Presiden, seperti yang dilansir oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.

Restrukturisasi TNI
Dalam rapim tersebut, Presiden juga memastikan akan adanya 60 jabatan baru di institusi TNI yang akan diisi para perwira tinggi (pati). Sejumlah jabatan baru itu merupakan bagian dari restrukturisasi di tubuh TNI.

“Akan ada jabatan untuk pati baru sebanyak 60 ruang. Nanti bisa diisi dari kolonel untuk naik ke jabatan bintang,” kata Presiden.

Selain itu, Kepala Negara juga akan melakukan revisi terhadap aturan usia pensiun para prajurit TNI setingkat Tamtama dan Bintara hingga menjadi 58 tahun. Sebelumnya, para prajurit TNI harus menjalani pensiun di usia 53 tahun. Ketentuan mengenai hal itu telah diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Saya perintahkan juga kepada Kementerian Hukum dan HAM dan Panglima TNI untuk merevisi pensiun Tamtama dan Bintara yang sebelumnya 53 ke 58 (tahun). Tapi ini merevisi Undang-Undang,” jelas Presiden.

“Kalau umur 53 tahun ini masih segar-segarnya, masih produktif-produktifnya, kok sudah dipensiun. Polri kan sudah 58 tahun,” kata Presiden. (sak)