Khofifah Pimpin Rakorsus Garam di Sampang
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Khofifah Pimpin Rakorsus Garam di Sampang

Guna meningkatkan nilai tambah dan rasio kemampuan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) petani garam, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa langsung menggelar Rapat kordinasi khusus (Rakorsus) Garam di Sampang.

Rakosus bersama seluruh bupati se Madura, PT Garam, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas UKM, Rektor Universitas Trunojoyo Madura serta beberapa asosiasi petani garam Madura.

Rakorsus membahas tentang standard kualitas dan sustainability produk garam industri di Wilayah Madura, dilaksanakan di Aula Pemkab Sampang, Senin (22/7) siang.

Khofifah panggilan akrab Gubernur Jatim itu menjelaskan, bahwa ada aspirasi yang berkembang dari petani garam, tidak hanya di Jatim saja, tetapi aspirasi tersebut datang juga dari provinsi penghasil garam lainnya.

Sebagian besar dari mereka menyampaikan aspirasi bahwa harga garam mengalami penurunan cukup drastis dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Hal tersebut menyebabkan break even point (BEP) atau titik impas seluruh produksi garam menjadi tidak terpenuhi.

Melihat kondisi tersebut, Gubernur Khofifah menggelar rakorsus Garam dengan menghadirkan pengambil kebijakan regional dan lokal serta pelaku industri garam dan wakil petani garam.

Rakor membahas hal-hal yang sedang dihadapi petani garam khususnya di Madura baik terkait teknologi, sumber daya manusia, kelembagaan, pendanaan serta anjloknya harga garam saat ini.

“Solusi terhadap oversupply hampir setiap tahun muncul bisa dilakukan langkah-langkah secara lebih antisipatif dan komprehensif. Karena ini tidak hanya terjadi di Jatim, tetapi juga seluruh provinsi yang memiliki produksi garam,” ujar gubernur perempuan pertama di Jatim.

Kepada wartawan, Gubernur Khofifah menyampaikan, bahwa terdapat beberapa hal yang dibahas dalam Ratas. Antara lain, membahas regulasi yang diharapkan bisa diubah, penetapan harga dasar garam, serta data tunggal (single data) tentang jumlah produksi garam nasional dan impor garam.

Terkait regulasi, menurut Gubernur Khofifah memerlukan pembahasan terhadap peran PT. Garam (Persero) agar bisa menjadi stabilitator harga dan sebagai penyangga stok garam nasional.

“Untuk menjadi bufferstock garam. Harus ada penunjukan secara khusus kepada PT. Garam (Persero) dari Kementerian BUMN atau Kementerian Keuangan,” kata orang nomor satu di Jatim ini.

Sedangkan penerapan harga dasar garam, jelasnya, perlu dilakukan proteksi petani garam saat produksi garam oversupply.

“Ketika oversupply maka harga garam harus terproteksi seperti petani padi mendapatkan subsidi pupuk, alsintan, dan sebagainya,” tuturnya.

Lalu terkait data tunggal (single data), Gubernur Khofifah meminta agar segera ditunjuk institusi yang punya otoritas mengeluarkan data produksi garam nasional, kebutuhan secara nasional, kategori garamnya, jenis kualitasnya dan sebagainya sehingga petani garam mengetahui kualifikasi garam yang diproduksi serta kadar NaClnya.

Dengan demikian garam dengan kualifikasi garam industri seharusnya mensubstitusi garam import yang sampai saat ini masih cukup tinggi. Garam yang diproduksi di Madura, saat ini sebagian besar sudah mencapai kadar NaCl diatas 97 persen, bahkan industri garam yang sudah diinisiasi PT Garam kadar NaClnya sudah mencapai 99,8 persen.

Untuk itu, Gubernur Khofifah berharap hilirisasi industri garam oleh PT. Garam akan lebih banyak difokuskan di Madura. Karena memang produksi garam di Madura sangat tinggi. Dari 942 ribu ton, sebanyak 720 ribu ton dari Madura.

“Dari jumlah yang sangat besar ini, tentu harapannya adalah bahwa untuk garam industri hilirisasinya bisa dilakukan di Madura,” pungkasnya sambil menjelaskan di Pamekasan sedang dikembangkan SMK Garam.

Berdasarkan data, produksi garam nasional mencapai 1,9 juta ton. Sedang kontribusi garam Jatim mencapai 0,95 juta ton terhadap nasional atau 49,07 persen. Dari total produksi garam nasional, sebanyak 37,11 persen disupport dari Madura atau 0,72 juta ton ada di Madura.

“Madura ini dikenal luas sebagai pulau garam. Fluktuasi harga garam akan memberikan dampak langsung pada petani garam yang ada di Madura,” imbuhnya.

Semantara itu, Rektor Universitas Trunonoyo Madura (UTM) Muh Syarif mengatakan, pengelolaan hulu hilir produksi garam sudah terjadi di Madura sejak jaman Belanda. Antara tempat pengelolaan hulu hilirnya dulu terpadu. Sedang saat ini, untuk hulunya dikelola oleh instansi tertentu, serta hilir dikelola instansi lain.

Sebagai solusi pengembangan produksi garam di Madura, lanjutnya, UTM ingin mengembangkan Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Garam.

Sementara Bupati Sampang Slamet Djunaidi mengatakan, ada permasalahan utama yang dialami petani garam yaitu soal harga. Menurutnya, harus ada penugasan dari PT. Garam sebagai stabilitator harga.

Selain itu, masalah krusial lainnya adalah terkait importir. Menurut Slamet Djunaidi terdapat ketidaksinkronan antara data Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. “Pengawasannya yang disayangkan. Ketika garam impor merembes pada industri, maka ambruk harganya,” pungkasnya. (ita)