Pertama kali diadakan di Indonesia, Universitas Airlangga (UNAIR) siap menjadi tuan rumah penyelenggara untuk kegiatan International Competitions and Assessments for School (ICAS) ke-13. Tahun ini, UNAIR sebagai tuan rumah telah menentukan 11 titik di Kota Surabaya sebagai lokasi berlangsungnya kegiatan.
ICAS pertama kali diinisiasi oleh International Institute for Asians Studies (IIAS) yang berpusat di Leiden, Belanda. ICAS diinisiasi sebagai wadah diskusi dan berbagi wawasan terkini tentang Asia. Tidak hanya panggung diskusi antar akademisi, ICAS turut melibatkan praktisi budaya, kesenian, hingga masyarakat sipil.
“Kampus bukan satu-satunya tempat ilmu pengetahuan diproduksi, tapi juga menjadi tempat yang bersinergi dengan masyarakat, seniman, ataupun berbagai kelompok masyarakat lainnya,” tutur Lina Puryanti SS MHum Phd selaku Direktur AIIOC.
Tidak hanya terbatas pada ruang lingkup akademik yang formal, ICAS berupaya untuk menciptakan ruang yang kolaboratif bagi berbagai pihak, seperti akademisi profesional, praktisi budaya, maupun pemerintah. IIAS sebagai lembaga pertama yang menginisiasi pun mendorong visi ICAS untuk menjembatani antara bidang keilmuan dan komunitas dengan menciptakan ruang diskusi yang kreatif dan berkelanjutan mengenai masa depan Asia.
“IIAS merupakan program berusia 30 tahun yang berusaha mengkolaborasikan akademisi dan masyarakat dari berbagai negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin guna mempromosikan inklusivitas ilmu pengetahuan,” tutur Direktur IIAS, Prof Philippe Peycam.
Lebih lanjut, Prof Philippe menyampaikan bahwa tujuan utama IIAS adalah mempromosikan riset, mendukung edukasi, menghubungkan komunitas lintas negara serta membantu menghubungkan negara-negara Asia. Sejalan dengan tujuan utama IIAS, ICAS ke-13 mengusung tema utama berupa Crossways of Knowledge dan berbentuk conference festival atau confes.
“Confes menjadi hal yang penting di mana Surabaya menjadi playground para peneliti, seniman, dan budayawan. Melalui ICAS ini yang kami harapkan surabaya bisa semakin berkembang,” tutur Prof Philippe.
Untuk mewujudkan kegiatan konferensi festival ini, tentunya berbagai pihak akan turut terlibat. Tidak hanya para akademisi ataupun pihak pemerintah, tetapi juga berbagai komunitas masyarakat, bahkan masyarakat sipil. Keterlibatan dan kolaborasi pihak-pihak inilah yang menjadi penunjang kesuksesan ICAS.
“ICAS ke-13 diadakan tahun ini memenuhi tujuan itu dengan memberdayakan komunitas di kota-kota yang terpilih. Surabaya dipilih karena kekayaan kultural yang khas,” jelas Prof Philippe.
Penyelenggaraan ICAS yang ke-13 ini, IIAS turut bekerja sama dengan Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroads (AIIOC) sebagai sekretariat pelaksanaan ICAS ke-13. AIIOC ialah lembaga independen milik UNAIR yang resmi berdiri pada 8 Mei 2023. Pendirian lembaga ini menjadi tindak lanjut atas kerja sama UNAIR dengan IIAS.
AIIOC didirikan sebagai bentuk dedikasi UNAIR terhadap pengembangan interdisiplin ilmu. AIIOC merupakan suatu platform internasional yang berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan kolaborasi lintas disiplin ilmu, lintas batas, bahkan lintas area.
“AIIOC ini sendiri lembaga yang baru, tidak didirikan oleh perseorangan atau satu pihak saja, tetapi oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik, dan Ilmu Budaya, serta dimonitori oleh IIAS,” jelas Lina Puryanti. (ita)