Mengenal Tokoh Penanganan Covid-19
PERISTIWA PROFIL

Mengenal Tokoh Penanganan Covid-19

Saat pandemi Covid-19 di Jatim mulai melandai, nama Laksamana Pertama dr I Dewa Gede Nalendra Djaya Iswara justru melambung tinggi lantaran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim mengganjarnya dengan PWI Jatim Award 2021 untuk kategori “Tokoh Penanganan Covid-19”.

Hal itu tak lepas dari suksesnya dalam memimpin Rumah Sakit Lapangan Kogabwilhan II Indrapura (RSLKI) yang menyembuhkan ribuan pasien Covid-19. Bahkan, hingga Kamis (08/04), tinggal 40 pasien yang dirawat. Artinya hanya 10 persen dari 400 Bed Occupancy Rate (BOR).

Siapa Nalendra? Mengutip buku ‘Strategi Nalendra: Ubah Ancaman Menjadi Peluang Rumkital dr Ramelan Era JKN‘ karya Siti Nasyi’ah, anak prajurit TNI Angkatan Laut dengan pangkat Pembantu Letnan Satu (Peltu) itu sudah terbiasa banting tulang dalam meraih bintangnya.


Puncaknya, dia berhasil mengelola Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr Ramelan Surabaya menjadi sekelas RS di Singapura. Bahkan di akhir kepemimpinannya, Nalendra membangun ruang Intensive Care Unit (ICU) mewah dengan kapasitas tempat tidur rawat seperangkat ventilator 52 bed.

Dengan fasilitas memadai itu, Nalendra berharap tidak akan ada lagi cerita Rumkital Dr Ramelan menolak pasien karena kekurangan ruang operasi. Selain soal fasilitas, hal yang jadi prioritasnya soal pelayanan BPJS.

Setelah empat tahun menjabat kepala Rumkital Dr Ramelan, pada Januari 2018 Nalendra kemudian menempati jabatan baru yang lebih tinggi, yakni sebagai Kepala Dinas Kesehatan AL (Kadiskesal).

Setelahnya menjabat Pati Sahli Kasal Bidang Ekojemen, kemudian Staf Khusus Kasal hingga sekarang dan ditugaskan sebagai penanggung jawab RSLKI dalam mengatasi Covid-19 di Jatim.

Meski meraih banyak kesuksesan serta pangkat militer yang tinggi, Nalendra tetap “membumi” alias sangat dekat dan peduli dengan masyarakat kebanyakan, terutama wong cilik.

“Pastinya dokter Nalendra super dekat dengan wong cilik. Saat praktik jadi dokter banyak yang digratiskan, malah dikasih uang pasiennya,” ungkap Siti Nasyi’ah.

“Bukti lain, saat pimpin RSAL Dr Ramelan, karyawan paling rendah tukang sapu bisa dapat insentif Rp 1,9 juta per bulan, gaji UMR waktu itu. Sedangkan para dokter, income-nya paling tinggi di antara RS yang ada, khususnya dokter bedah,” tandasnya.

Nalendra sendiri, saat ditanya terkait kunci keberhasilannya dalam memimpin RSLKI hingga diganjar penghargaan oleh PWI Jatim, memilih merendah. Menurutnya, hal itu berkat kerja keras semua pihak dan buah dari konsep “Be Happy” yang dikembangkan dalam meningkatkan imunitas pasien.

“Tapi tidak kalah pentingnya adalah pengawasan yang sangat ketat. Ada perubahan sedikit, terjadi desaturasi, kadang oksigen kurang, kita segera melakukan terapi oksigenasi, sehingga tidak sampai terlambat pasien,” paparnya. (ist/baromaterjatim.com)