Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) yang dibentuk sejak 2016 lalu, telah menerima 66 laporan kasus konflik agraria, seluas 1.457.084 hektare, dan sedikitnya 176.132 kepala keluarga terdampak.
Pada awalnya sebagian dari kasus yang dilaporkan warga ditujukan kepada Kementerian Sekretariat Negara atau Sekretariat Kabinet.
Selanjutnya, diteruskan kepada Kepala Staf Kepresidenan (KSP) dan ditangani oleh TPPKA. Selain itu, TPPKA juga menerima pengaduan dari surat, surat elektronik dan pengaduan langsung dari masyarakat.
“Hasil analisis TPPKA, diketahui sebagian besar konflik agraria yang diadukan masyarakat dikarenakan mal-administrasi pelayanan pertanahan, tumpang tindih izin/konsesi atas tanah dan SDA, proses pemberian ganti kerugian yang tidak adil, dan berlarutnya penyelesaian akibat pendekatan yang semata-mata legal formal, dan sebagainya,” kata KSP, Moeldoko pada Rapat Tingkat Menteri (RTM) TPPKA, di Bina Graha, Jakarta, Rabu (12/6) siang.
Berdasarkan profil pengaduan 666 kasus tersebut, terdapat 413 kasus memiliki informasi pendukung yang cukup sehingga dapat ditindaklanjuti.
Berdasarkan analisa TPPKA sedikitnya 167 kasus yang dapat diselesaikan dalam jangka pendek, 92 kasus diselesaikan dalam jangka menengah, dan 154 kasus yang penyelesaiannya membutuhkan waktu lebih lama.
Selanjutnya, 253 kasus belum memiliki informasi pendukung yang lengkap sehingga belum ditindaklanjuti.
RTM menyepakati untuk mempercepat penyelesaian 167 kasus yang masuk kategori dapat diselesaikan dalam jangka pendek itu.
Hadir pada RTM tersebut Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, Pemerintah sedang berusaha mempercepat penyelesaian konflik agraria.
Langkah yang ditempuh melalui koordinasi antar-kementerian dan lembaga, serta membangun sinergi penanganan lintas-kementerian dan lembaga. Setiap kementerian-lembaga telah menunjuk pejabat penanggungjawab untuk koordinasi lintas-kementerian-lembaga tersebut.
Dalam RTM ini, KSP menyerahkan dokumen digital yang berisi daftar kasus beserta seluruh data-data pendukungnya kepada kementerian/lembaga terkait.
Moeldoko menegaskan, bahwa keadilan agraria menjadi perhatian serius Pemerintah, dan RTM ini merupakan langkah penting dalam percepatan penyelesaian konflik agraria tersebut.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil yang hadir dalam RTM itu berkomitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus agraria yang laporannya telah diterima oleh KSP.
Beberapa konflik yang diterima memiliki kompleksitas tersendiri khususnya konflik agraria yang berkaitan dengan aset pemerintah.
Meski demikian, dengan jalan koordinasi antar kementerian-lembaga, Sofyan Djalil optimistis komitmen penyelesaian konflik agraria tersebut akan dapat tercapai.
“Beberapa konflik, seperti di Teluk Jambe dan di Karawang berhasil diselesaikan. Memang masih ada beberapa konflik yang kompleks. Namun, inisiasi pola koordinasi antar kementerian-lembaga yang hari ini dibicarakan membawa langkah penyelesaian ke arah titik terang,” kata Sofyan.
Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya turut menyinggung mengenai peran penting koordinasi lintas kementerian-lembaga.
Mengingat kewenangan kehutanan sudah tidak berada di level Pemerintah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Provinsi turut memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di area hutan.
“Melalui koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi penting untuk terlibat dalam inisiasi penyelesaian konflik agraria. Artikulasi teknis dalam desain koordinasi akan positif mendorong implementasi rencana penyelesaian konflik agraria,” ujar Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya juga menyampaikan melalui koordinasi pula-lah persoalan pengakuan wilayah masyarakat adat yang selama ini menjadi polemik akan potensial diselesaikan.
Pada RTM ini turut disepakati pembentukan Desk Penanganan Konflik Agraria Lintas Kementerian dan Lembaga, dengan KSP sebagai simpulnya.
Setelah RTM, penanganan 167 kasus prioritas akan dilakukan melalui Desk lintas Kementerian-Lembaga ini dimana setiap dua bulan sekali akan dievaluasi perkembangannya. (sak)