Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar simposium internasional bertajuk “1st International Conference and Workshop (ICW) 2019”. Acara tersebut mengangkat tema “Stem Cell and Tissue Engineering Regenerative Medicine From Basic Science to Clinical Application”.
Acara dihadiri oleh perwakilan Rektor dan Dekan FK UNAIR, Direktur RSUD Dr Soetomo, dan mengundang dua pembicara dari dua kampus internasional, Prof Ludovic Vallier dari Cambridge University serta Prof Delvac Oceandy MD PhD dari Manchaster University.
Diskusi sesi pertama dipandu oleh dr Sulis Bayusentono ditemani tiga orang pembicara, dr Ferdiansyah Mahyudin Yunus SpOT, Dr Asra Al Fauzi SE MM SpBS(K) FICS IFAANS dan Prof Dr Fendik A. Rantam drh.
Ketua pelaksana ICW 2019, Dr Achmad Chusnu Romdhoni dr SpTHT.KL(K) menyebutkan konferensi ini diselenggarakan sebagai upaya FK UNAIR dalam studi pengembangan teknologi stem cell, khususnya untuk mengatasi masalah degeneratif seperti parkinson, stroke, diabetes, dan sebagainya. Bahkan, teknologi stem cell diklaim mampu membantu pertumbuhan tulang yang diamputasi akibat tumor.
“Degeneratif itu kan permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan pergantian sel. Sel yang rusak diganti dengan sel baru. Tapi memang ada beberapa sel yang tidak bisa beregenerasi, contohnya sel syaraf. Dengan adanya teknologi baru semacam stem cell ini diharapkan sel-sel tersebut dapat tumbuh kembali,” jelasnya.
Dirinya menambahkan, hingga saat ini pengaplikasian stem cell sebagai salah satu metode pengobatan di Indonesia belum banyak dilakukan.
“Proses pengobatan menggunakan stem cell di Indonesia belum dikomersilkan. Di RSUD Dr Soetomo sendiri masih sebatas studi dan penelitian. Semuanya masih dalam tahap pengawasan. Jika ke depan hasilnya bagus, maka teknologi stem cell bisa diaplikasikan,” imbuhnya.
Di luar negeri, metode penyembuhan menggunakan stem cell atau sel punca telah banyak dikembangkan. Sementara itu di Indonesia, aplikasi stem cell dalam dunia kedokteran masih mengalami sejumlah hambatan maupun tantangan.
Diantaranya terkait masalah regulasi dan standarisasi. Bahkan jumlah rumah sakit yang mendapat izin untuk mengembangkan stem cell di Indonesia masih sangat sedikit. Dr Achmad juga tak menampik bahwa pengobatan menggunakan stem cell membutuhkan biaya yang cukup besar. (ita)