Tiga Prinsip Bikin Gross Split Diminati
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Tiga Prinsip Bikin Gross Split Diminati

Pemerintah berusaha melakukan inovasi baru, baik yang berwujud dalam bentuk teknologi maupun kebijakan, agar iklim investasi migas di Indonesia dapat terus kompetitif.

Pada tahun 2017, untuk pertama kalinya, Indonesia merubah sistem fiskal pengelolaan hulu migas dari cost recovery menjadi gross split.

“Pada era sekarang ini dunia penuh dengan disrupsi, sehingga dunia migas juga perlu melakukan disruption salah satu adalah dengan menyangkut sistem fiskal kita, dulu menggunakan cost recovery sekarang menggunakan gross split, itu adalah disruption ESDM sendiri,” kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pada saat membuka acara focus group discussion (FGD) di Jakarta, Senin (4/3).

Lebih lanjut Arcandra menjelaskan bahwa gross split memiliki beberapa prinsip dasar.

Yaitu Certainty (parameter pemberian insentif jelas dan terukur), Simplicity (tidak ada perdebatan mengenai biaya, dan pengadaan independen) dan Efficiency (mendorong industri migas untuk efisien sehingga mampu menghadapi gejolak harga minyak).

Perubahan kebijakan ini merupakan langkah disruptif Pemerintah dalam pengembangan migas Indonesia.

Menurut Wamen ESDM, semuanya ditentukan di awal, kalau sebuah lapangan memiliki CO2 yang besar maka mereka akan mendapatkan insentif, kalau lapangan tersebut di remote area maka akan diberikan insentif. Kalau oil price rendah maka mereka akan dikasih insentif lebih tapi kalau oil price tinggi, maka negara akan insentif lebih.

“Hal-hal ini sudah tertuang dalam 13 split dan kontrak persis diketahui kontraknya berapa yang akan didapatkan oleh mereka, ini adalah prinsip certainty,” jelas Arcandra.

Prinsip yang kedua gross split adalah simplicity. Salah satu kendala untuk mempercepat bisnis proses migas dalam penentuan biaya pada Plan of Development (POD).

“Berapa lama dulu diskusi cost ini di SKK Migas, cost tidak lagi domain SKK Migas, tapi SKK Migas sekarang pada domain work program. Prinsip simple ini akan mempersingkat bisnis proses yang lama sekali,” ungkap Arcandra.

Pada prinsip terakhir gross split adalah efficiency, dengan prinsip ini akan memaksa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk efisien, karena biaya ada di sisi KKKS.

“Ketidakefisien KKKS tidak berimbas lagi kepada APBN kita, selama ini APBN kita terekspose dengan KKKS efisien atau tidak, kalau tidak efisien maka membengkaklah cost recovery yang ditanggung negara, kalau KKKS-nya efisien maka cost recovery kita bisa turun,” simpul Arcandra.

Sebagai bukti bahwa perubahan sistem fiskal meningkatkan daya saing, terlihat dalam laporan Petroleum Economics and Policy Solution (PEPS) Global E&P.

Attractiveness Ranking yang dikeluarkan oleh IHS Markit yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-25 dari 131 negara.

Berdasarkan laporan yang sama, Indonesia juga menduduki peringkat terbaik apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Bila dikomparasikan, Malaysia misalnya, pada tahun 2017 menduduki peringkat ke-23, sekarang ini melorot ke posisi 35.

Begitu juga dengan laporan yang dikeluarkan oleh lembaga Wood Mackenzie, yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki citra positif dalam pengembangan hulu migas. (sak)