The 13th International Convention of Asia Scholars (ICAS) segera berlangsung pada Sabtu (28/07) hingga Kamis (01/08). Perhelatan akbar ini merupakan salah satu konferensi internasional terbesar di dunia. Universitas Airlangga (UNAIR) bersama Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroads (AIIOC) menjadi tuan rumah penyelenggara.
International Institute for Asian Studies (IIAS) yang berpusat di Belanda menjadi mitra kerja sama pada kali ini. UNAIR menyambut ICAS ke-13 dengan mengadakan konferensi pers yang berlangsung pada Sabtu (27/07) di ASEEC Tower.
Konferensi pers ini menghadirkan Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih MSi selaku Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development (RICD) UNAIR, Prof Philippe Peycam yang merupakan Direktur IIAS, Lina Puryanti PhD selaku Direktur AIIOC, Irfan Wahyudi PhD yang merupakan Sekretaris AIIOC, dan Lalita Hanwong PhD yang berasal dari Universitas Kasetsart .
Direktur AIIOC, Lina Puryanti PhD mengatakan bahwa perhelatan akbar ini sangat menarik karena skala jangkauannya yang luas. Terlebih lagi, ini kali pertama UNAIR dan Kota Surabaya menjadi tuan rumah salah satu konferensi internasional terbesar di dunia. ICAS 13 mengusung konsep acara berupa Conference Festival (Confes).
“Konferensi internasional ini menarik karena mengusung konsep Confes. Jadi tidak hanya sekedar konferensi, tapi ada workshop hingga pameran. Serangkaian acara juga secara keseluruhan berlangsung secara tatap muka,” terang Lina.
Ada lebih 1.500 peserta dan observer dari 598 perguruan tinggi dan 66 negara berbeda yang hadir pada gelaran akbar ini. Tercatat ada lebih 360 panel diskusi beserta roundtables yang akan berlangsung. Selain itu, terdapat juga 17 pameran dan 24 workshop dengan tema yang beragam.
Lokasi penyelenggaraan kegiatan tersebar di sebelas titik di Kota Surabaya. Narasumber kegiatan berasal dari berbagai kalangan seperti akademisi, praktisi, hingga aktivis dari berbagai penjuru dunia.
Lina mengajak seluruh kalangan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan memeriahkan ICAS ke-13. “Silahkan masyarakat datang dan menikmati. Ini seperti pertunjukan dunia, kita bisa melihat bagaimana kreativitas di bagian belahan dunia di berbagai titik Kota Surabaya,” ucapnya.
Prof Nyoman menerangkan bahwa gelaran akbar ini menjadi salah satu upaya UNAIR dalam mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), utamanya poin ke 17. Poin ini berfokus pada kemitraan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Dengan adanya gelaran ini banyak kegiatan akan terlaksana, yang menghubungkan tidak hanya akademisi dengan akademisi, tapi juga akademisi dengan para praktisi. Mereka dapat berdiskusi dalam memecahkan permasalahan bersama,” ujar Wakil Rektor RICD UNAIR tersebut.
Prof Nyoman berharap dengan berlangsungnya ICAS ke-13 dapat memperluas kontribusi UNAIR dalam jejaring internasional. “Kami berharap ICAS ke-13 dapat membawa UNAIR dalam meningkatkan reputasinya, tidak hanya memberikan kontribusi secara lokal atau nasional, tapi perguruan tinggi yang merupakan bagian dari akademisi global,” paparnya.
Lebih lanjut, Direktur IIAS mengungkapkan bahwa alasan Surabaya terpilih menjadi tuan rumah ICAS ke-13 adalah karena keunikannya. Kota yang terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan tersebut memiliki sejarah dan keberagaman yang menjadi daya tarik tersendiri. “Karena Surabaya memiliki berbagai kampung bersejarah yang sangat menarik,” ungkapnya.
Sementara itu, UNAIR sebagai salah satu perguruan tinggi berkelas dunia telah menjalin kerja sama dengan IIAS cukup lama. Menurut Prof Philippe UNAIR telah berhasil menjalankan berbagai proyek bersama dalam mewujudkan perkembangan yang berkelanjutan.
Alasan ini yang menjadikan UNAIR sebagai mitra yang tepat untuk berkolaborasi. “UNAIR telah menjadi rekan kerja kami (IIAS, Red) sejak lama. UNAIR memiliki jiwa kolaborasi antar disiplin ilmu yang baik,” paparnya. (ita)