Hujan deras di luar pondok kayu tak menyurutkan tangan kekar Sabriyan terus mengaduk kuali besar berisi cairan mendidih dan warnanya kecokelatan. Pria 35 tahun itu sekali-sekali mengatur tinggi tumpukan kayu di tungku untuk menjaga bara api tetap stabil. Sudah tiga jam aktivitas tadi diulanginya dan masih kurang dua jam lagi agar menghasilkan tekstur mengental dari adonan di kuali besar. Ini dilakukan sebelum dicetak menjadi gula merah.
Menurutnya, jika proses itu tidak dilakukan dengan api menyala bagus, maka tidak bisa didapat adonan yang diharapkan untuk gula merah. Hal itu pernah ia alami ketika memasak 10 liter nira, cairan yang ada di kuali, menggunakan api kecil dan hasilnya gagal total. Sebanyak 10 liter cairan nira pun terbuang percuma. Sabriyan adalah penduduk Desa Sedahan Jaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat yang sehari-hari mencari nira di kawasan hutan di Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).
Saban pagi dan sore ia membawa jerigen plastik untuk memanen air nira dari tiga batang pohon enau (Arenga pinnata) yang tumbuh liar di kawasan TNGP. Jerigen yang ia pasang ke pohon nira di sore hari harus segera dipanen pada pagi keesokan hari. Begitu pula jerigen pagi harus segera dipanen sore hari.
Seluruh panen harus segera dimasak saat itu juga. Jika tidak, maka air nira akan berubah menjadi asam dan tidak bisa diolah sebagai gula merah. Ia setiap hari bisa mendapatkan 10-15 liter air nira untuk kemudian diolah sebagai bahan baku utama gula merah.
Menariknya, Sabriyan bersama 14 warga desa setempat telah empat tahun terakhir menjadi petani nira sekaligus produsen gula merah binaan petugas Balai TNGP. Mereka membentuk kelompok petani nira bernama Jaya Aren Makmur dan rata-rata pendapatan dari hasil menyadap nira di pohon enau atau aren bisa menghasilkan Rp3 juta per bulan. Bagi mereka, pohon enau telah memberikan kehidupan baru karena mampu menghasilkan uang.
Seperti dikutip dari Antara, dari satu kilogram gula merah yang dihasilkan, dijual seharga Rp20 ribu per kg. Menurut Ketua Kelompok Jaya Aren Makmur, Abu Sulai mengatakan dari 15 petani aren dan pembuat gula merah di Desa Sedahan Jaya, dapat menghasilkan 120 kilogram gula merah per hari. Mereka biasanya menjual langsung ke pembeli, meski tak jarang dikumpulkan ke ketua kelompok, lalu dijual ke Sukadana.
Desa Sedahan Jaya sendiri berbatasan langsung dengan kawasan TNGP di bawah pengelolaan Resor Sedahan, Seksi Wilayah I, Balai TNGP. Taman nasional ini memiliki luas 108.043 hektare dan membentang di dua kabupaten, Kayong Utara dan Ketapang. Sekitar 65 persen kawasan TNGP masih berupa hutan primer yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa liar, termasuk orangutan (Pongo pygmaeus) dan bekantan (Nasalis larvatus).
Berdasarkan tipe ekosistem, TNGP memiliki setidaknya 10 tipe ekosistem berlapis-lapis dari puncak bukit berupa gunung hingga dataran rendah dan daerah pantai, termasuk mangrove. Adapun tipe ekosistem yang ditemukan dalam kawasan konservasi itu adalah hutan hujan sub-alpin, hutan hujan pergunungan, hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah aluvial, hutan gambut, hutan rawa, hutan mangrove, dan vegetasi rheofite.
Sementara itu, Kepala Resor Sedahan Budi Sampurna mengatakan petani yang bergabung dalam Kelompok Jaya Aren Makmur di Sedahan Jaya merupakan satu di antara 13 kelompok pemberdayaan yang dibina di Resor Sedahan. Jenis usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar TNGP tersebut selain pembuatan gula merah adalah pengembangan tanaman buah seperti durian, manggis, dan duku. Kemudian pembuatan rebung kering, wisata alam dan pengolahan kopi lokal.
TNGP juga mengajak seluruh anggota kelompok pemberdayaan untuk berperan langsung menjaga kelestarian hutan TNGP, tidak merambah hutan, tidak menanam sawit dalam kawasan taman nasional, dan tidak berburu satwa liar. Mereka juga berkomitmen merawat dan menjaga kebun dan berhemat dalam penggunaan air bersih agar pemanfaatan lahan hutan dapat berjalan lestari. “Intinya masyarakat diarahkan untuk hidup berdampingan dalam harmoni dengan alam,” kata Budi.
Potret keberlangsungan ekonomi masyarakat dengan melestarikan hutan di Desa Sedahan Jaya selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang dapat direplikasi atau dikembangkan di wilayah lain. Selain bakal mendapatkan manfaat ekonomi, masyarakat juga diajak untuk menikmati kualitas lingkungan yang baik, seperti udara dan air bersih dengan ikut menjaga hutan sebagai penyerap karbon untuk memerangi krisis iklim. (indonesia.go.id)