Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, transformasi sistem keuangan menjadi suatu keharusan bagi negara-negara untuk tetap relevan dan efisien. Indonesia, melalui Bank Indonesia (BI), mengambil langkah strategis dengan merencanakan penerbitan Rupiah Digital.
Upaya itu bertujuan untuk mengurangi biaya tinggi yang terkait dengan penggunaan uang tunai dan menciptakan efisiensi dalam sistem keuangan nasional. Pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan rencana penerbitan road map untuk tahap pertama Rupiah Digital pada tahun 2024.
Guru Besar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Raditya Sukmana SE MA menyambut baik langkah BI dalam mendigitalkan mata uang, mengingat biaya tinggi yang terkait dengan penggunaan uang tunai. Adopsi Rupiah Digital diharapkan dapat meminimalkan biaya-biaya tersebut dan menciptakan efisiensi dalam sistem keuangan.
“Jadi, rencana Bank Indonesia untuk mendigitalkan uang itu harus kita apresiasi. Karena selama itu yang kita gunakan ruang kertas dengan koin itu biayanya sangat tinggi,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Prof Rudi menekankan implementasi Rupiah Digital dihadapkan pada sejumlah tantangan. Misalnya, terkait infrastruktur dan literasi teknologi, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki akses yang memadai terhadap internet dan pemahaman teknologi. Sosialisasi dan edukasi di masyarakat dianggap sebagai kunci sukses untuk mengatasi kendala itu.
Penggunaan Rupiah Digital diharapkan membawa dampak positif terhadap sektor ekonomi dengan meningkatkan investasi serta pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Penerapan teknologi digital juga diharapkan dapat meningkatkan keamanan transaksi, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan
“Ketika tentunya dengan digitalisasi dan juga keamanan, masyarakat tentu akan lebih percaya dan tentu jaminan atas uang itu menjadi lebih terjamin dibandingkan dengan yang sekarang ada,” katanya.
Dosen UNAIR tersebut mengungkapkan bahwa dalam mengelola kebijakan moneter dan keuangan, BI akan mempertahankan prinsip-prinsip yang sama meskipun dalam format yang berbeda dengan adopsi Rupiah Digital. Itu tidak akan mengubah substansi dari kebijakan moneter BI.
Terkait dengan potensi dampak pada inflasi, ia menjelaskan bahwa transisi ke Rupiah Digital hanya akan mengubah format tanpa mengubah substansi. Meskipun demikian, studi mendalam tentang mekanisme inflasi dan dampaknya pada harga barang dan jasa di masyarakat tetap diperlukan.
“Selama kemudian masyarakat itu tetap berbelanja terus dengan uang tersebut, itu akan dimana akan naik. Kemudian inflasi akan tinggi, tidak ada CBDC pun,” ungkapnya. (ita)