Buku Tjuk K Sukiadi, Sang Nasionalis
PERISTIWA PROFIL

Buku Tjuk K Sukiadi, Sang Nasionalis

Buku berjudul ‘Tjuk Kasturi Sukiadi Sang Nasionalis’ dilaunching di Gedung Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Surabaya, Kamis (27/05) pagi. Buku ini diterbitkan guna mengenang sosok almarhum Tjuk K Sukiadi dan membaca pikiran dan gagasannya.

Acara launching buku yang lengkapnya berjudul ‘Tjuk Kasturi Sukiadi Sang Nasionalis. Menekuni dan Mengamalkan Politik Kebangsaan Demi NKRI’ digelar dengan undangan terbatas, dengan protokol kesehatan ketat karena masih pandemi, serta melalui daring di akun facebook Tjuk Sukiadi yang telah disiapkan panitia.

Ketua BK3S Dr Pinky Saptandari mengatakan tidak cukup waktu untuk menjelaskan beragam jasa dan sumbangsih sosok almarhum Tjuk K Sukiadi terhadap bangsa ini. Karenanya, terima kasih disampaikan kepada sang penulis buku, Henri Nurcahyo yang sudi meluangkan watku, pikiran dan tenaga guna menuliskan sebagian apa yang telah dilakukan Tjuk Sukiadi selama hidupnya. Juga penerbitnya Komunitas Seni Budaya BrangWetan.

Ibu Indijati Sukiadi, isteri almarhum bersyukur ada yang bisa mendokumentasikan pikiran dan gagasan suaminya. Pemikiran dan gagasan Tjuk Sukiadi diharap dapat memberi sumbangsih kepada bangsa dan negara. “Buku ini adalah kado yang sangat berharga bagi almarhum Pak Tjuk yang kalau hari ini masih hidup tepat berusia 76 tahun,” ujarnya.

Tjuk Kasturi Sukiadi atau akrab dipanggil Pak Tjuk adalah seorang ilmuwan ekonomi yant banyak berkiprah langsung di lapangan.

Dalam buku yang ditulis selama 3 bulan ini dikisahkan perihal prinsip hidupnya sebagai seorang Nasionalis, Pancasilais, Soekarnois; Kepedulian pada Dunia Pendidikan; Kepedulian terhadap Seni Budaya; Relawan Sosial Dan Kemanusiaan.

Juga kiprahnya dalam dunia usaha menjadi Komisaris di berbagai BUMN (Semen Gresik, PTPN, BPJS dll), serta pandangannya perihal bencana semburan lumpur panas Lapindo.

Pak Tjuk lahir dari keluarga nasionalis. Ayahnya adalah aktivis PNI dan Soekarnois yang kemudian mendidiknya menjadi aktivis GSNI, GMNI dan menjadi pelopor Gerakan Reformasi 1998 di Surabaya.

Meski menjadi pendukung Jokowi dalam pilpres sejak awal, namun Pak Tjuk tidak segan mengritiknya. “Saya bukan barisan penjilat,” tegasnya.

Dalam buku setebal 260 halaman ini juga memuat kisah-kisah humanis perihal kisah cinta Tjuk Sukiadi dan Indijati, istrinya yang justru lebih tua usianya dan masih sehat hingga berusia 83 tahun saat ini.

Termasuk pandangannya terhadap bahaya Covid-19 yang menurutnya jangan membuat masyarakat menjadi paranoid, namun justru Covid-19 itulah yang kemudian merenggut nyawanya setelah dinyatakan positif pada 16 Januari 2021.

Pak Tjuk memiliki 4 anak, anak perempuan pertama meninggal dunia pada 2016, yang kedua laki-laki, sedangkan yang bungsu adalah putri kembar.

Sosok yang Lahir di Malang pada 23 Mei 1945, adalah putra sulung dari 12 bersaudara. Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, ini meraih gelar master di Inggris dan Doktor Ekonomi serta sekaligus mengajar di almamaternya.

Sekretaris Forum Budaya Surabaya, Radian Jadid, murid sekaligus sahabat Pak Tjuk menyampaikan peluncuran buku ini hendaknya jdi momentum dan stimulan bagi banyak pihak untuk bisa meneladani berbagai gagasan, langkah perjuangan dan sikap kebangsaan yang telah dilakukan Pak Tjuk semasa hidupnya.

“Kebaikan dan kontribusi nyata yang telah dilakukan Pak Tjuk bisa menjadi suri teladan dalam berbagsa dan bernegara,” katanya. Pak Tjuk sebagai sosok multidimensi, baik sebagai aktivis, ekonom, idealis, nasionalis serta pemegang paham kebangsan juga sangat peduli pada kebudayaan.

Perannya juga sangat terasa. Kadang datang memberi memberi support, sumbangsih pemikiran di pelbagai pertemuan para seniman, budayawan serta kemajuan kebudayaan Indonesia.

“Dengan buku ini diharapkan dijadikan media transfer nilai dan proses pengabadian. Sehingga kebaikan yang pernah dijalankan dijadikan contoh bagi generasi selanjutnya,” pungkas Jadid.(ita)