Cumbui Wargamu, Mainkan Orkestramu Mas Wali
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Cumbui Wargamu, Mainkan Orkestramu Mas Wali

JABATAN Wali Kota Surabaya yang disandang Eri Cahyadi ST MT baru satu tahun pada 26 Februari 2022 mendatang. Pekerjaan besar di depan mata. Berjuta tantangan menghadang, nyata. Utamanya pandemi Corona Virus (Covid-19) yang tak kunjung usai, meski sudah berlangsung dua tahun.

Wali Kota baru itu langsung tancap gas, melihat pagebluk di depan mata. Strategi, penanganan dan penanggulangan dilakukan masif dan konprehensif, begitu dilantik. Selain meneruskan kebijakan pendahulunya, hal itu sekaligus merespon instruksi Presiden RI Joko Widodo secara nasional dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Bersama jajaran dan instansi terkait, pemerintahan Eri Cahyadi all-out memberantas pandemi yang mengglobal. Upaya keras itu dilihat secara nyata, saat mendirikan rumah Rumah Sakit Lapangan Tembak (RSLT) yang berlokasi di kelurahan Kedung Cowek. Rumah sakit darurat yang ada di kecamatan Bulak digunakan pasien hasil rekomendasi RSUD Moh Soewandhie milik Pemkot Surabaya yang tak mampu lagi menampung luberan pasien.

Meski terdengar nyaring, kekurangan dan kekecewaan sejumlah pasien dan keluarganya, upaya Wali Kota memyediakan 200 bed plus oksigen mulai Juli 2021 lalu menunjukkan kesungguhan memperhatikan warga kota. Memberi pelayanan terbaik bagi rakyat. Tak ada gading yang tak retak!

Eri Cahyadi terus berbuat. Dari total 31 kecamatan dan 163 kelurahan yang tersebar digerakkan dalam menangani virus yang terus berkembang dan bermutasi. Para camat dan lurah dilibatkan aktif tidak hanya mendata dan melaporkan. Melainkan penanganan khusus dengan cara membuat lokasi isolasi mandiri (isoman) warga yang positif. Eri Cahyadi memerintahkan punggawanya itu mencari dan menelisik bangunan yang tidak terpakai di wilayahnya masing-masing, selama pandemi, agar bisa dimanfaatkan.

Salah satunya bangunan sekolah. Tiadanya proses belajar mengajar membuat bangku dan kelas melompong, selama 2 tahun. Ruangan inilah yang dilirik Eri Cahyadi dijadikan lokasi Isoman. Tujuannya tidak lain, penanganan dan perhatian pada pasien Covid-19 lebih fokus. Tersentral. Kiat ini dilakukan untuk pasien katageri pasien klasifikasi ringan. Pasien golongan menengah dan berat tentu dirujuk ke RS. Pro dan kontra terjadi. Wajar.

Ketakutan masyarakat terhadap penularan jika sentralisasi di bangunan sekolah, cukup beralasan. Mengingat, tidak sedikit, bangunan sekolah di Surabaya menyatu dengan perkampungan padat penduduk.

SPEKTAKULER
Tidak itu saja. Pola pencegahan dilakukan dalam memberantas Covid-19 secara tidak biasa. Vaksinasi massal dilakukan. Tepatnya 6 Juli 2021. Eri Cahyadi menggelar vaksin kolosal di Gelora 10 Nopember bagi warga berusia 18 tahun ke atas. Dipilihnya gelora berdaya tampung 20 ribu penonton bola itu dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarkaat. Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) dilibatkan aktif. Semua diajak berperan dalam memulihkan kondisi Surabaya yang terpuruk akibat pandemi.

Sebanyak 1.000 tenaga kesehatan (Nakes) diterjunkan. Rinciannya, 500 orang di bagian screening, selebihnya bagian menyuntik. Sedangkan 1.000 orang relawan bagian administrasi. Aksi yang digelar sejak pukul 06.30 – 17.30 wib setiap harinya mentargetkan 40 ribu – 50 orang. Tingginya animo masyarkat yang ingin sehat, menjadikan G10N dibanjiri orang. Program vaksin massal ini disambut responsif rakyatnya karena tingginya bayang-bayang kematian begitu mencekam. Sadar akan kesehatan, lokasi Bonek nonton bola bludak. Kemacetan disana-sini. Antrian mengular nampak setiap hari.

Ibarat konser musik, Eri Cahyadi tampil sebagai konduktor se kelas Addie Muljadi Sumaatmadja yang populer dengan panggilan Addie MS. Eri Cahyadi tampil memukau. Birama yang dikonduktori dari berbagai genre musik mampu disuguhkan secara indah. Semua golongan menikmati alunan permainan baton -stik konduktor- di depan musisi berbagai genre musik. Spektakuler!

Emosi wargapun dibangunkan lewat orasi yang diunggah lewat media sosial pribadinya. Tidak menggebu-gebu. Tapi sangat provokatif. Elemen, komunitas, geng hingga organisasi massa tergugah. Tak terkecuali pengusaha. Eri Cahyadi benar-benar memainkan perannya. Tidak saja sebagai pemimpin. Melainkan juga seniman yang mampu menyatukan keberagamaan. Seruannya berdampak munculnya Surabaya Memanggil. Wadah berkumpulnya anak muda yang lahir ditengah keprihatinan. Arek Suroboyo kelahiran 27 Mei 1977 ini mampu menyatukan perbedaan.

Sayang, satu kelemahan luput dari perhatiannya. Sentralisasi vaksin membuat ribuan masyarakat berjubel. Larangan bergerombol tak bisa dihindari. Salah satu item Protokol Kesehatan (Prokes) mendadak abai.

Apakah Eri Cahyadi lupa? Bisa iya. Bisa juga tidak. Kebijakan itu ibarat pedang bermata dua. Ada positif, ada pula negatifnya. Banyak warga mengaku terinveksi Covid-19 justru setelah ngantri vaksin massal. Tidak sedikit warga jatuh sakit, justru setelah divaksin. Kluster G10N muncul. Persoalan baru timbul. Kecaman, kritik pedas diarahkan pada program kolosalnya itu. Apa Eri Cahyadi dongkol? Purik hingga mutung? Tidak!

Mantan Kepala Bappeko itu tidak pingpis atau tipis kuping. Lulusan Teknik Sipil ITS tanggap terhadap persoalan yang menyeruak. Vaksin massal dipecah. Sentralisasi dihapuskan, setelah vaksinasi kolosal G10N itu berjalan selama 5 hari itu. Lokasi vaksin disebar. Gelora Pancasil, Lapangan Thor, tempat peribadatan, sekolah, pertokoan hingga instansional dimanfaatkan. Semua stakeholder dilibatkan.

Hasilnya, menurut Febria Rachmanita Kepala Dinas Kesehatan Kota, vaksinasi sudah mencapai 70 persen dari total target sasaran sebanyak 2.210.000 orang. “Alhamdulillah vaksin dosis pertama sudah tercapai 1,7 juta jiwa dan itupun terus bertambah jumlahnya,” paparnya Oktober lalu.

Pada awak media, Febri juga menjelaskan, penerima vaksin terdiri dari beberapa kelompok. Pelayanan publik sebanyak 915 ribu orang, masyarakat umum dan rentan ada 466 ribu jiwa, 216 ribu lansia, remaja 44 ribu dan 44 ribu Nakes dengan vaksin dosis ke dua. Khusus untuk Nakes dosis ketiga (booster) tercatat sebanyak 13.697 orang.

LEVEL 1 EKONOMI GASPOL
Angka ini terus meningkat, seiring berjalannya waktu. Tercatat sejak Nopember sudah 111 persen vaksin dosis pertama. Dosis kedua sudah diangka 85 persen. Kalangan pelajar 80 persen di dosis pertama dan dosis kedua 50 persen. Sedangkan khusus untuk Lansia lebih tinggi lagi angkanya. Pada dosis pertama mencapai 92 persen. Dosis kedua 80 persen.

Capaian inilah yang menjadikan Surabaya masuk level 1 sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) 53/2021 tentang aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Indikasinya, Bed Occupancy Rate (BOR) dibawah 5 persen atau tidak ada warga yang dirawat di RS karena Covid-19. Aktivitas perkantoran work from office (WFO) diperbolehkan 75 persen setelah pegawainya sudah divaksin. Hal itu ditunjang aplikasi PeduliLindungi di pintu keluar masuk. Pun juga tempat pembelajaan, supermarket, hypermarket yang menjual kebutuhan sehari-sehari diperbolehkan dikunjungi 100 persen asal menggunakan aplikasi kekinian.

Senyampang terus melakukan vaksinasi, Eri Cahyadi menggerakkan ekonomi. Menggandeng Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang diketuai isterinya, Rini, Wali Kota berparas ganteng itu membangkitkan Usaha Mikro Kecil Menengah di perkampungan. Permodalan digelontorkan.

Eri Cahyadi juga mulai blusukan sejak Mei lalu. Tehnisnya, santri salah satu Pondok Pesantren di Sidosermo itu menyatakan mulai ngantor di kecamatan. Fasilitas mewah yang disiapkan pemerintah, di balai kota, sejenak ditinggalkan untuk bisa mendekati rakyatnya langsung.

Tidak hanya itu, kedua dari tiga bersaudara pasangan Urip Suwondo dan Masayu Esa Aisjah mulai juga merambah ke kelurahan. Terlebih, menyeruak pemberitaan nenek Rumiyah. Warga miskin di Kalimas Hilir yang luput dari perhatian pemerintahan yang dipimpinnya.

Meski nenek berusia 78 tahun yang ditinggal di kecamatan Pabean Cantian sudah terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, tetapi data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) milik pemkot, tidak ada. Inilah yang membuat wanita renta tidak mendapatkan fasilitas khusus yang seharusnya diperoleh warga Surabaya. Seperti laiknya sebanyak 231.211 Kepala Keluarga (KK) yang terdata. Mulai retribusi PDAM gratis. Permakanan dan sebagainya. Eri Cahyadi murka. Tidak hanya marah. Ancaman dilontarkan melalui medsos pribadinya untuk Camat dan Lurah.

Jika aksi Eri Cahyadi turun ke bawah, menyentuh masyarakat miskinnya, pasti tidak akan ada lagi muncul kasus Nenek Sumirah, warga Simomulyo Baryu yang juga terabaikan. Meski kelahiran Kediri, nenek berusia 89 tahun sudah tinggal di Surabaya selama 62 tahun. Sejak usianya 14 menjadi warga Surabaya. Masifnya pemberitaan media menjadikan alumni SMA 21 seolah terbangun dari mimpi. Eri menyatakan berkantor di balai RW pada 26 Oktober 2021 lalu. Terobosan baru yang layak diacungi jempol.

BUKAN LAPORAN
Program kerakyatannya akan lebih afdol, jika Eri Cahyadi tiba-tiba mengunjungi warga miskinnya secara langsung. Tanpa seremonial. Tanpa embel-embel pemberitahuan ke kelurahan, kecamatan maupun RW setempat. Aksi heroiknya inilah yang bakal menghasilkan output bagi kebijakannya mendatang.

Memang Eri Cahyadi telah berkantor di lima (5) balai RW. Mulai balai RW 1 Kel Tambakwedi, Balai RW 3 Kel Perak Barat, balai RW 6 Kel Margorejo, balai RW 16 Kel Peneleh dan balai RW 5 Kel Kedung Baruk. Dari program ini Eri Cahyadi menemukanm sekaligus menyelesaikan permasalahan warga. Mengingat, Wali Kota berusia 44 tahun membawa serta pejabat terkait. Sehingga, keluhan warga bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

Suko Widodo pakar komunikasi Unair menyampaikan, pola kepemipinan Eri Cahyadi yang relevan dan produktif bagi warga kota ini mampu menginspirasi yang muda-muda untuk berbuat. Esensi penggunaan power dan otoritas menurut Suko Widodo harus dilakukan agar bisa menguntungkan warga yang dipimpinnya. ‘’Apakah konsistensi mendekatkan kepemimpinanya dengan kebutuhan warganya secara riil, saya belum tahu,’’ papar doktor komunikasi lulusan Unair merinci.

Merujuk pernyataan Suko, idealnya Wali Kota bisa lebih mendekatkan diri pada warga miskinnya. Caranya melakukan aksi kunjungan ke rumah warga tidak mampu, secara dadakan. Agar Wali Kota yang berangkat dari birokrat itu bisa merasakan pahit getirnya kehidupan rakyat yang dipimpinnya secara riil. Ikut merasakan sulitnya perekonomian. Sulitnya makan. Sulitnya menghadapi kenaikan bahan pokok yang terus melambung. Bukan sekedar merespon laporan bawahan.

Aksi ‘mencumbui’ warga ini sekaligus kontrol terhadap kepemimpinan lurah dan camat di lingkungan masing-masing. Jika aksi ini bisa terlaksana, program ini akan jadi ‘tamparan’ bawahan, yang notabenenya Pegawai Negeri Sipil (PNS) bergaji tidak kecil. Aksi cumbu warga ini meminimalisir, munculnya kasus mbah Sumirah maupun mbah Rumiyah di era kepepimpiannya.

Kunjungan dadakan pernah dilakukan Dahlan Iskan saat jadi menteri BUMN, Maret 2012 lalu. Ketika menteri era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono mengikuti tanam perdana beras BUMN oleh PT Sang Hyang Seri di Bulak Seworan, Kulonprogo, Dahlan Iskan nyelinthung. Mantan Direktur Utama PLN itu tetiba bertamu ke rumah petani miskin, usai acara. Tidak kembali ke hotel yang sudah disediakan panitia acara. Dahlan memilih tinggal dan menginap di rumah Hadi Sumarto dan Sariyah di desa Seworan, Kecamatan Triharjo, Wates Kulonprogo. Di rumah ukuran 10×7 meter berdinding bambu malah sampai menginap semalam. Tidur beralaskan tikar seadanya.

Dari sinilah, begawan media mendapatkan masukan betapa sulit kehidupan rakyat miskin seperti mereka. Meskipun tidak punya penghasilan tetap, tetapi di depan Dahlan Iskan, pasangan suami isteri itu tidak pernah mengeluh. Semua dijalani sebagaiman adanya. Inilah yang membuat dasar salah satu menteri andalan era itu mengambil kebijakan. Hasilnya, warga tidak mampu itu dititipkan pada BUMN setempat sebagai ‘anak angkat’ melalui Coporate Sosial Responsibility (CSR).

Aksi ini juga pernah dilakukan Dahlan Iskan saat memimpin Jawa Pos. Koran yang akhirnya besar dan mampu mengalahkan Surabaya Post. Cara Dahlan Iskan membesarkan koran yang ketka dibeli PT Grafiti Pers oplahnya hanya 7,000, jadi ratusan ribu dengan cara turun kebawah secara langsung. Dahlan Iskan bahkan tidur di mobil box pengangkut koran ke daerah. Dari sinilah bapak dua anak bisa menguasai bisnis media hulu hingga hilir. Pun juga saat menjadi menteri BUMN. Sebelum lahir mobil listrik, seperti saat ini, era kepemimpinan Dahlan Iskan sudah mempelopori lahirnya Tucuxi, jauh sebelum negara lain belum memproduksi. Sayang. Kepemimpinanya berhenti. Program apiknya ikutan mati.

Surabaya sudah on the track. Pemerintah sudah berjalan. Tinggal bagaimana mengelola dan me-manage agar ibu kota Jawa Timur makmur. UMKM tumbuh subur. Ekonomi menyembur. Cumbui terus wargamu selalu, Mas Wali. Mainkan orkestramu, agar lagu-lagu merdu mengalun indah di kota kelahiranmu. (Ita Siti Nasyi’ah/ Foto: Humas Pemkot Surabaya)