Emil : Guru Mutlak Upgrading Skill
KOMUNITAS PERISTIWA

Emil : Guru Mutlak Upgrading Skill

Ada delapan poin yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi seorang guru. Diantaranya tujuan, pengambilan keputusan, menginisiasi tindakan, membangun relasi kerja yang positif, pembinaan, pembelajaran berkelanjutan, ketangguhan, dan kematangan etika.

Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak saat saat menghadiri Pelatihan Wardah Inspiring Teacher 2022 di Hotel Santika Premier Surabaya, Sabtu (19/11).

Wagub yang akrab disapa dengan Emil itu mengatakan, delapan poin tersebut perlu dikembangkan para guru. Meskipun tidak ada pakem untuk memberikan pembelajaran yang menginspirasi. Hanya saja, meng-upgrade skill merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh semua guru.

“Zaman sudah berubah, tidak ada pakem untuk menjadi guru yang menginspirasi. Tapi jangan sampai guru 20 tahun yang lalu sama dengan yang sekarang. Makanya upgrading skill untuk guru itu mutlak,” ujarnya.

“Sekarang ini, banyak demand di lapangan untuk mata pelajaran tertentu yang biasanya gurunya kurang. Seperti rekayasa perangkat lunak atau multimedia. Jadi upgrading skill guru ini juga bisa memfasilitasi relokasi keahlian guru yang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat,” tambahnya.

Emil mengatakan, untuk dapat mengembangkan kompetensi, seseorang harus dapat mengenali dirinya sendiri. Sebab, kemampuan guru hanya dapat dimaksimalkan dengan gaya pengajaran yang cocok dengan dirinya.

“Saya berani mengatakan tidak ada ada satupun model fix untuk _inspiring teaching style. Know yourself_. Sebelum menginspirasi ke luar, kenali diri dari dalam,” terangnya.

Selain itu, Emil menekankan pentingnya kolaborasi dalam membangun ruang belajar yang lebih baik. Ia berpesan, agar para guru jangan memikul masalah sendiri-sendiri.

“Masa depan menuntut team player, guru juga begitu. Pernah gak diskusi dengan guru mapel lain untuk membangun sebuah strategi? Untuk menangani murid, kerjasama dengan guru lain. Ini akan lebih mudah,” ucapnya.

Emil kemudian mengatakan, guru juga harus bisa menghindari low class energy. Yang mana, itu merupakan model pembelajaran yang hanya berlangsung satu arah dan tidak bisa mempertajam berpikir kritis siswa.

Pasalnya, terang Emil, ada satu hal yang menjadi standar sekolah-sekolah terbaik dunia yaitu kebiasaan diskusi para peserta didiknya.

“Dulu saat saya sempat belajar di Harvard, Oxford, dan MIT, kami hanya diterangkan teori sekitar 10 menit. Setelahnya kami disuruh berdiskusi. Duduknya dibuat melingkar untuk memudahkan diskusi,” imbuh Emil. (ita)