ITS Juara Umum KRTI 2020
TEKNOLOGI

ITS Juara Umum KRTI 2020

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali membuktikan keunggulannya dalam bidang robotika. Tidak tanggung-tanggung, ITS berhasil memboyong pulang gelar Juara Umum pada Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2020 yang diselenggarakan Pusat Prestasi Nasional Kemendikbud RI yang bekerja sama dengan Universitas Lampung (Unila), pada 23-31 Oktober 2020 lalu.

Heri Suryoatmojo ST MT PhD, Pembina Tim KRTI ITS menyebutkan bahwa terdapat empat divisi yang diikuti oleh tim ITS. Yakni divisi Racing Plane (RP), Fixed Wing (FW), Vertical Take Off and Landing (VTOL), dan Technology Development (TD). Adapun divisi TD memiliki tiga subdivisi, yakni TD Propulsion System, TD Air Frame Innovation, dan TD Flight Controller.

Pada divisi Racing Plane, robot terbang Jatayujet_10 andalan Tim Bayucaraka berhasil mendapat juara II. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan Racing Plane dilakukan secara daring. Peserta diberikan kebebasan untuk melakukan uji terbang atau test flight dan mengambil data sebanyak-banyaknya untuk dikirimkan kepada juri, bersama dengan video lepas landas pesawat.

“Dalam tiga menit harus menghasilkan putaran paling banyak. Kita berhasil menyelesaikan tujuh putaran, kalah tipis sekali dengan ITB yang delapan putaran,” ungkapnya.

Menurut Heri, ITS sebenarnya bisa saja mendapat perolehan yang lebih baik. Tetapi, pada saat melakukan uji coba, angin berhembus dari samping landasan dengan kecepatan yang cukup kencang sehingga pesawat tidak bisa melintas dengan presisi.

“Tahun depan kalau lombanya masih sama, kita meningkatkan strategi untuk mendapatkan lap yang baik dengan mengatur rute pesawat dan mempertimbangkan arah angin,” tuturnya.

Sementara itu, pada kontes tahun ini divisi VTOL berhasil meningkatkan gelarnya menjadi juara pertama, setelah pada KRTI 2019 lalu harus puas dengan posisi kedua.

Tim Soeromiber yang merupakan nama tim divisi ini harus bertanding untuk meletakkan beban menggunakan drone pada tiga titik yang ditentukan dengan panduan berupa QR Code. Titiknya ditentukan secara acak melalui undian. Pertandingan pun dilaksanakan secara langsung melalui Zoom Meeting.

Pertandingan menjadi lebih sulit karena dilakukan di dalam ruangan, sehingga Global Positioning System (GPS) tidak dapat digunakan. Namun, tim Soeromiber mampu memenangkan semua pertandingan pada tiap babak secara konsisten.

Tidak berhenti di situ, tim ini menjadi satu-satunya tim yang dapat menyelesaikan misi secara penuh dengan rekor catatan waktu tercepat, yakni 50 detik. Meninggalkan kompetitornya dengan selisih yang jauh.

Tim Bayusuta yang merupakan nama tim divisi TD, lanjut Heri, berhasil meraih predikat pada tiap subdivisi lomba. Seperti tahun sebelumnya, kali ini pun Tim Bayusuta berhasil keluar sebagai juara pertama pada TD Air Frame Innovation. Dengan pesawat hybrid berbahan balsa dan triplek yang dapat melakukan take off dan landing secara vertikal, tim Bayusuta berhasil melakukan presentasi dengan baik dan demo dengan sempurna.

Tak hanya itu, tim Bayusuta juga berhasil mendapatkan juara harapan pertama pada TD Flight Controller. Pada kategori ini, tim harus membuat drone yang bisa dikendalikan secara simultan dan independen.

Sementara itu, perolehan serupa juga didapatkan pada subdivisi TD Propulsion System. Belum pernah diikuti sebelumnya, tim membawa inovasi propeller berbahan serabut kelapa. “Tahun ini baru ikut dan berhasil mendapatkan harapan satu,” aku Heri.

Pada divisi Fixed Wing, tim Anaryadirga harus puas hanya mampu menyelesaikan misi. Pesawat besutan tim ini harus terbang sejauh lima kilometer untuk melakukan pemetaan udara dan monitoring, dan diamati secara langsung oleh juri melalui Zoom Meeting.

Selain itu, pesawat pada divisi ini harus menjatuhkan beban seberat setengah kilogram pada titik koordinat yang telah ditentukan. “Jadi dilihat akurasinya berapa meter, berapa error-nya dari titik koordinat yang telah ditentukan,” terang Heri.

Heri menilai, tim Anaryadirga memang belum siap 100 persen karena banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa terdapat kesalahan dalam menginterpretasi perintah dari juri. Pemetaan divisi ini masih jelek karena tim menghabiskan waktu untuk pengembangan wahana. “Yang penting adalah melakukan mapping dan monitoring yang benar sesuai dengan ilmu pemetaan udara. Itu kesalahan yang besar,” ungkapnya.

Ditanyai perihal kendala lain, menurut Heri, kendala paling utama adalah pandemi. Karena adanya pandemi, para anggota tim yang bisa berkumpul di Gedung Pusat Robotika ITS menjadi terbatas karena harus mengikuti protokol yang ada. Selain itu, banyak anggota tim yang tidak bisa datang ke Surabaya karena izin orang tua. “Seperti yang Air Frame. Itu demonya di Depok dan yang presentasi di Surabaya,” tutur Heri.

Kendati demikian, Heri cukup puas dengan perolehan tim ITS pada KRTI 2020. Sebab untuk pertama kalinya, ITS mampu merebut gelar Juara Umum yang sebelumnya selalu dipegang kampus lain. Menurutnya, ini merupakan puncak prestasi yang luar biasa sekali bagi tim robot terbang ITS.

“Ke depan, kita harus dapat mempertahankan, lebih semangat, dan lebih inovatif untuk mengembangkan ide-ide dan strategi yang harus kita lakukan. Terus terang, mempertahankan itu lebih susah daripada memperebutkan,” pungkas Heri. (ita)